"Agar RUU MA bisa gol menjadi sebuah UU sebagai landasan hukum dan perlindungan bagi masyarakat adat," harap dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjena) AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan, kontribusi masyarakat adat selama ini tidak pernah diperhitungkan, meski sudah diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Tetapi UU yang lahir sejak negara ini berdiri, ada 30-an peraturan UU saat ini bersifat sektoral, justru digunakan untuk melegalisasi perampasan wilayah adat," ungkap Rukka.
Baca juga: RANHAM Sasar Perempuan hingga Masyarakat Adat, KSP: Tak Berarti Abaikan Kelompok Lain
Ia mengatakan, masyarakat adat juga ingin diakui sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun faktanya, lanjut dia, selama ini perampasan wilayah adat terus terjadi dan mayoritas diikuti dengan kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi serta penangkapan yang sewenang-wenang bahkan adu domba di antara masyarakat adat.
"Yang terjadi banyak pemiskinan masyarakat adat dan stateless karena mereka tidak punya NIK (Nomor Induk Kependudukan), tidak punya KTP," tutur dia.
Bahkan, lanjut Rukka, pada Pemilu 2019 ada sekitar 2 juta masyarakat adat yang seharusnya wajib memilih, tetapi tidak bisa memilih karena tidak memiliki KTP.
Padahal, menurutnya masyarakat adat memiliki keinginan untuk mengikuti Pemilu.
"Ini ada masyarakat adat yang lahir, besar, menikah, punya anak cucu, dan meninggal (di Indonesia), namun tidak pernah menjadi warga negara Indonesia," ungkapnya.
"Ketika orang-orang yang punya kemewahan, haknya terpenuhi, tetapi memilih golput. Bagi masyarakat adat, nyoblos (ikut Pemilu) itu masih menjadi impian yang paling didambakan,” sambung dia.
Baca juga: Butet Manurung dan Mimpi tentang Masyarakat Adat yang Berdaulat
Pada kesempatan yang sama, Rukka juga menyampaikan apresiasi terkait akses vaksin kepada masyarakat adat yang tak memiliki NIK.
Namun, menurutnya hingga kini realisasi vaksin kepada masyarakat adat belum terwujud. Sebab, ia melihat bahwa akses vaksinasi masih terpusat di kota-kota besar.
"Vaksinasi belum menjadi realitas karena ternyata urusan ketersediaan vaksin yang masih terpusat di kota-kota besar, kemudian akses lokasi dan pendampingan termasuk sosialisasi. Ini yang harus dilakukan untuk memastikan vaksinasi bagi masyarakat adat," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.