Dalam konteks sekarang, mahasiswa seharusnya adalah kaum terpelajar dan terdidik yang paling adaptif mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0 dalam bidang teknologi dan informasi.
Padahal, Hellen Keller—poling Gallup menyebutnya sebagai salah satu dari 18 tokoh paling dikagumi dunia—dalam buku memoar The Story of My Life menulis, “Hasil tertinggi dari pendidikan adalah toleransi.”
Karenanya, hasil riset PPIM UIN Jakarta adalah hal yang cukup merisaukan, ketika terdapat jumlah signifikan mahasiswa rawan mengikuti perkembangan zaman tanpa dituntun ideologi, sehingga mengabaikan sikap toleran, dan menjadikan kebhinekaan sekadar slogan.
Merujuk pada konsepsi mengenai kebhinekaan tersebut di atas dengan berbagai tantangan dan celah kerawanan yang bisa menjadi ancaman, sangat relevan manakala dalam konteks kekinian seorang aktor dan komunikator politik seperti Ketua DPR Puan Maharani menjadikan kebhinekaan sebagai narasi utama dalam pesan komunikasi politiknya.
Baliho politik bergambar Puan Maharani dengan tagline “Kepak Sayap Kebhinekaan” yang dipasang hampir merata di seluruh Indonesia oleh kader dan pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) perlu disikapi secara positif, agar masalah kebhinekaan menjadi diskursus di ruang publik (public sphere).
Dengan menjadikan ruang publik sebagai diskursus politik yang mendidik, ada ruang bagi khalayak untuk memberikan umpan balik soal pesan kebhinekaan agar tidak berhenti sebatas slogan.
Bukankah juga terlalu sempit jika menjadikan pesan kebhinekaan sebagai polemik electoral politics?
Maka, tampaknya akan jauh lebih konstruktif dan substantif menjadikan baliho “Kepak Sayap Kebhinekaan” yang sudah masuk public sphere untuk memaknai dan meresapi kembali implementasi nilai dasar kebhinekaan dalam kehidupan bermsyarakat dan kebijakan-kebijakan penyelenggara pemerintahan.
Pemaknaan “Kepak Sayap Kebhinekaan” sebagaimana disampaikan Ketua DPP PDI-P Bambang Wuryanto—seperti dikutip Kompas.com edisi Sabtu (7/8/2021)—yang menggunakan analogi Burung Garuda dengan kepak sayap berirama serta bekerja sama sayap kiri dan kanan ketika terbang, adalah ajakan dan upaya mengampanyekan persatuan.
Baca juga: Makna Kepak Sayap Kebhinekaan di Baliho Bergambar Puan Menurut Politikus PDI-P
Maka, umpan balik (feedback) dari pesan komunikasi itu harusnya diarahkan untuk menggugat praktik politik dan pengelolaan pemerintahan yang intoleran dan mengabaikan prinsip kebhinekaan.
Di sisi lain, pesan kebhinekaan yang menjadi diskursus substantif di ruang publik juga diharapkan akan semakin menumbuhkembangkan kesadaran betapa berharganya persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman masyarakat di Indonesia yang sama-sama kita cintai ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.