JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Tahunan MPR Bersama DPR-DPD RI, Senin (16/8/2021).
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menyatakan, pidato kenegaraan Jokowi kemarin hanya gimik dan omong kosong belaka selama di sekitarnya masih ada pelanggar hak asasi manusia (HAM).
“Jadi pidato kemarin saya rasa itu hanya sebuah gimik dan omong kosong belakang karena tidak dibarengi dengan sebuah implementasi yang cukup baik dari Presiden Jokowi dan jajarannya selama para kroni-kroni dan penjahat HAM masih ada di sampingnya,” kata Fatia dalam diskusi virtual, Selasa (17/8/2021).
Baca juga: Tanggapi Pidato Kenegaraan, ICW Nilai Jokowi Kesampingkan Komitmen Perangi Korupsi
Menurut Fatia, dalam dua tahun terakhir, isu HAM tidak pernah lagi masuk dalam pidato kenegaraan Jokowi.
Ia menilai, hal itu juga merupakan pertanda bahwa memang sebenarnya isu HAM tidak diprioritaskan pemerintah.
“Yang memang mencerminkan sebenernya (isu HAM) tidak pernah diprioritaskanya isu HAM,” ujar dia.
Fatia kemudian menyorot tindakan Jokowi yang memberikan penghargaan Tanda Jasa Bintang Utama kepada tokoh kontroversial pejuang Timor Timur, Eurico Gutteres.
Menurut dia, Eurico Gutteres adalah salah satu pelanggar HAM berat di Timor Timur.
“Jokowi malah memberikan penghargaan terhadap aktor pelanggar HAM berat ini,” ucap dia.
Ia juga mengatakan, apresiasi Jokowi terhadap pelanggar HAM sebelumnya juga pernah dilakukan.
Baca juga: Jokowi Ajak Masyarakat Menghormati Jasa Para Pahlawan Indonesia
Bahkan, menurut dia, ada sejumlah pelanggar HAM berat yang justru diberikan jabatan atau posisi strategis di dalam pemerintahan saat ini.
Padahal, Fatia menekankan, seharusnya para pelaku pelanggar HAM berat tersebut diadili.
“Ada Prabowo, Wiranto, Hendropriyono, dan lain sebagainya yang merupakan orang-orang atau aktor utama dalam pelanggaran HAM berat masa lalu yang diberikan tempat nyaman di tengah Jokowi,” kata Fatia.
Menurut dia, jika aktor pelanggar HAM berat masih bebas dan ada di dalam tatanan kepemimpinan pemerintahan saat ini, sangat sulit untuk membentuk sebuah pengadilan HAM.
Selain itu, Fatia menyoroti tidak adanya komitmen pemerintah dalam penuntasan pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Pidato Kenegaraan Jokowi, PKS Sayangkan Tak Ada Permintaan Maaf soal Penanganan Covid-19
Sebab, ia mengatakan, pemulihan terkait pelanggaran HAM Berat tidak boleh hanya mencakup soal pemberian kompensasi dan jaminan tidak adanya aksi keterulangannya kejadian.
Namun, pemerintan juga harus mengungkap kebeneran HAM serta mengadili mengadili pelaku pelanggaran HAM.
“Jadi tidak ada komitmen secara menyeluruh dan itu hanya lah lip service terhadap para korban pelanggaran HAM berat masa lalu untuk menyelesaikan kasus-kasus pelnaggaran HAM berat,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.