JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo mengesampingkan komitmennya untuk memerangi korupsi.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, hal itu tercermin dari dari tidak disinggungnya isu korupsi dalam pidato kenegaraan yang dibacakan Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8/2021).
"Dari sekian banyak halaman pidato kenegaraan itu, terdapat satu isu krusial, yakni hilangnya pembahasan terkait pemberantasan korupsi. Tentu ini mengindikasikan bahwa pemerintah kian mengesampingkan komitmennya untuk memerangi kejahatan korupsi," kata Kurnia dalam siaran pers, Senin malam.
Baca juga: Jokowi Tak Singgung soal Korupsi dan HAM dalam Pidato Kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR
Menurut Kurnia, masa depan pemberantasan korupsi semakin mengkhawatirkan, berkaca pada turunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dari angka 40 pada 2019 menjadi 37 pada 2020.
Kurnia mengatakan, hal itu menggambarkan secara gamblang kekeliruan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi.
"Alih-alih memperkuat, yang terjadi justru sebaliknya, pemerintah menjadi salah satu dalang di balik melemahnya agenda pemberantasan korupsi," ujar Kurnia.
Ia pun menggarisbawahi empat hal pokok dari pidato kenegaraan Jokowi.
Pertama, pemerintah dinilai minim dalam menuntaskan tunggakan legislasi yang mendukung penguatan pemberantasan korupsi.
Baca juga: Jokowi Tak Singgung Kasus HAM dan Korupsi di Sidang MPR, Istana: Waktu Terbatas
Tunggakan tersebut antara lain RUU Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Karta, hingga revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, pemerintah dianggap abai mengawasi kinerja aparat penegak hukum. Padahal, secara hirarki administrasi, presiden adalah atasan dari seluruh penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun KPK.
"Presiden seringkali absen dalam merespon sejumlah permasalahan yang terjadi. Misalnya, penanganan perkara yang penuh dengan konflik kepentingan di Kejaksaan Agung, menurunnya kinerja penindakan perkara korupsi di Kepolisian, dan serangkaian kontroversi kebijakan komisioner KPK," kata Kurnia.
Ketiga, pemerintah dinilai gagal menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.
Baca juga: ICW Nilai Protes Masyarakat dalam Perkara Korupsi Juliari Wajar Terjadi
Hal ini merujuk pada fenomena rangkap jabatan yang semakin marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
"Hal ini diperparah dengan pengangkatan mantan terpidana kasus korupsi pada jajaran komisaris anak perusahaan BUMN yaitu, Emir Moeis," kata Kurnia.
Keempat, pemerintah dinilai gagal mengelola penanganan dan pemulihan pandemi Covid-19.
Baca juga: Upacara Detik-detik Proklamasi, Jokowi Kenakan Pakaian Adat Lampung
Terlepas dari isu kesehatan dan ekonomi, ada sejumlah persoalan yang muncul di tengah publik.
Ini mulai dari praktik korupsi bantuan sosial, rencana vaksin berbayar, tarif tes PCR yang terlampau tinggi dan sulit diakses oleh masyarakat kelas ekonomi lemah.
"Dengan berbagai permasalahan di atas lalu dikaitkan dengan pidato kenegaraan Presiden, menjadi wajar jika masyarakat kemudian mempertanyakan ulang keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Kurnia.
Diketahui, dalam pidato kenegaraannya, Jokowi hanya sekali mengucapkan kata 'korupsi' yakni saat ia menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca juga: Komitmen Presiden Jokowi Terkait Pemberantasan Korupsi Dipertanyakan
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini beralasan, isu korupsi dan hak asasi manusia (HAM) tidak disinggung dalam pidato Jokowi karena keterbatasan waktu.
"Tentu saja karena terbatasnya waktu dalam pidato tidak bisa semua persoalan di-highlight oleh presiden dalam pidato kenegaraan kali ini," kata Faldo saat dihubungi, Senin.
Meski begitu, menurut Faldo, Jokowi punya komitmen yang tegas dalam pemberantasan korupsi, termasuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik dan inovasi dalam reformasi birokrasi.
Upaya pencegahan korupsi dilakukan salah satunya dengan menghadirkan online single submission (OSS) yang sempat disinggung Jokowi dalam sidang tahunan. OSS merupakan inovasi dan terobosan sistem yang bisa mempercepat dan memudahkan perizinan usaha.
Sistem tersebut dibutuhkan untuk membantu percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja.
"Dengan adanya OSS ini juga berarti memutus potensi rantai korupsi di birokrasi, ini juga jadi komitmen yang presiden tunjukan, bukan hanya dengan kata-kata, tapi kita jawab dengan kerja dan pemenuhan tanggung jawab," kata Faldo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.