Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan

Peneliti tata kelola pemerintahan pada lembaga Kemitraan/Partnership (www.kemitraan.or.id).

Merdeka dari Virus Corona

Kompas.com - 17/08/2021, 08:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Whatever it takes, apa pun kita lakukan untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian Indonesia." --- Sri Mulyani

UCAPAN Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam merespons melonjaknya jumlah korban dan pasien virus corona sepanjang bulan juli lalu perlu ditindaklanjuti dengan upaya serius pemerintah dalam mempercepat Indonesia merdeka dari pandemi yang kurang lebih telah 1,5 tahun membelenggu negeri.

Upaya pertama yang dilakukan adalah menambah alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2021.

Pemerintah menambah alokasi penanganan sektor kesehatan dan perlindungan sosial, masing-masing menjadi Rp 214,95 triliun dan Rp 187,84 triliun dengan total penambahan sebesar Rp 55,21 triliun.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana memastikan penambahan anggaran dapat menghentikan dua persoalan akibat pandemi, yakni penyebaran virus yang masif dan resesi yang dapat berujung pada krisis ekonomi?

Persoalan utama

Sejak masuknya virus corona ke Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan dana lebih dari Rp 1.500 triliun untuk program penanggulangan pandemi.

Alih-alih secepatnya merdeka, besarnya dana yang telah dikeluarkan justru berpotensi menimbulkan krisis ganda; tidak terkendalinya dampak pandemi, dan krisis ekonomi.

Lemahnya tata kelola penanggulangan pandemi menjadi salah satu penyebabnya. Hal ini dibuktikan dari pengalaman tahun lalu Indonesia berhadapan dengan virus yang saat ini telah menginveksi penduduk di dua pertiga negara-negara dunia.

Di awal saat satu dua warga terinveksi, pemerintah cenderung menafikan fakta bahwa virus sudah masuk ke Indonesia. Reaksi baru dilakukan saat korban bertambah dengan hitungan cepat, melewati deret angka dan menuju deret ukur.

Ketidaksiapan pemerintah semakin jelas saat berurusan dengan data. Mulai dari acuan berbeda antara pusat dan daerah untuk menentukan masyarakat yang berhak menerima dana bantuan sosial, hingga perbedaan data penderita corona antara pemerintah pusat dan organisasi non pemerintah.

Hingga 31 Juli 2021, pemerintah menyebut lebih dari 94.000 warga negara meninggal akibat pandemi. Sementara data organisasi non-pemerintah mencapai 100.000 orang.

Kondisi ini diperparah dengan cerita miris yang menimpa tenaga kesehatan. Mereka yang seharusnya paling aman (mendapat fasilitas dari negara) karena berada di garda terdepan untuk melawan, justru terpapar virus dan ironisnya tidak sedikit dari mereka berujung pada hilangnya nyawa

Sebagian lagi, jangankan mendapat tanda jasa, upah yang merupakan hak mereka saja tidak kunjung tiba.

Pada sisi lain, koordinasi antar pemerintah pusat dengan daerah juga tidak berjalan mulus. Di awal pandemi, banyak kepala daerah yang tidak percaya bahwa pandemi sudah menyerang negeri ini. Sebagian justru melanggar kebijakan PSBB yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Kebijakan pelibatan masyarakat juga tidak kuat. Koalisi masyarakat sipil yang terbentuk atas keprihatinan penanganan pandemi tidak secara serius dirangkul dan diajak berkolaborasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com