Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Minta Pemerintah Terbuka Soal Komponen Pembentuk Harga Tes Usap PCR

Kompas.com - 16/08/2021, 08:37 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pemerintah terbuka dalam menyampaikan komponen pembentuk harga tes usap polymerase chain reaction (PCR).

Pasalnya peneliti ICW Wana Alamsyah menemukan bahwa pemerintah bahkan tidak membebani biaya impor tes kit dan reagen laboratorium pada pelaku usaha.

Menurut Wana hal itu tertulis pada Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepaeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.

"Tidak adanya biaya impor barang tentu akan mempengaruhi komponen dalam menyusun tarif PCR," sebut Wana pada keterangan tertulis, Minggu (15/8/2021).

Wana mengatakan hal ini menjadi masalah ketika pemerintah tidak terbuka menyampaikan komponen apa saja yang mempengaruhi harga tes usap PCR.

Baca juga: Kasus Covid-19 Capai 3,85 Juta dan Instruksi Presiden Agar Biaya Tes PCR Turun

"Yang menjadi masalah adalah publik tidak pernah diberikan informasi mengenai apa saja komponen pembentuk harga dalam kegiatan tarif pemeriksaan PCR," jelasnya.

Lebih lanjut ICW juga menemukan bahwa harga tes usap PCR lima kali lipat lebih mahal ketimbang harga reagen PCR yang dibeli oleh pelaku usaha.

"Hasil penemuan ICW menemukan rentang harga reagen PCR yang selama ini dibeli oleh Pelaku Usaha senilai Rp 180.000 hingga Rp 375.000," kata dia.

"Jika dibandingkan antara surat penetapan harga dalam Surat Edaran milik Kementerian Kesehatan dengan harga pembelian oleh Pelaku Usaha, gap harga reagen PCR mencapai 5 kali lipat," sambung dia.

Wana menyesalkan tidak adanya penjelasan Kemenkes selama ini tentang presentase keuntungan yang didapatkan para pelaku usaha pada tes usap PCR.

“Kebijakan yang dibuat tanpa adanya keterbukaan berakibat pada kemahalan harga penetapan pemeriksaan PCR dan pada akhirnya hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja,” ungkapnya.

ICW pun mendesak pemerintah untuk melakukan tiga hal.

Baca juga: Apa Saja Daftar Komponen yang Bikin Harga Tes PCR Indonesia Mahal?

Pertama, merevisi Surat Edaran Kemenkes Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR.

Kedua, Kemenkes segera membuka informasi mengenai komponen penetapan tarif PCR pada publik.

"Ketiga Kemenkes harus memberikan subsidi terhadap pemeriksaan PCR yang dilakukan secara mandiri,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta harga tes usap PCR diturunkan menjadi Rp 450.000 hingga Rp 550.000.

Selain itu Jokowi meminta agar hasil tes usap PCR bisa diterima dalam waktu 1x24 jam.

Jokowi berharap turunnya harga PCR akan memperbanyak jumlah testing Covid-19 di lapangan.

"Salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR, dan saya berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini," terang Jokowi melakui siaran di akun Instagram Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com