“HANYA ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku.” - Mohammad Hatta
"Kesadaran adalah matahari,
Kesabaran adalah bumi,
Keberanian menjadi cakrawala,
dan Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata." - WS Rendra
Dari tanggal 12-19 Agustus 2021, LP3ES yang bekerjasama dengan Universitas Diponegoro menyelenggarakan sekolah demokrasi angkatan III. Sekolah demokrasi kali ini istimewa karena bertepatan dengan ulang tahun ke-50 LP3ES.
Seperti biasa, para peserta yang lolos berasal dari unsur yang beragam yaitu akademisi, mahasiswa, jurnalis, pengurus partai politik, tokoh masyarakat/agama, aktivis penyelenggara pemilu, hakim dan anggota legislatif.
Walaupun pendaftaran dibuka dalam waktu relatif singkat, namun ada 264 calon peserta Sekolah Demokrasi dari Aceh hingga Papua yang kemudian pada tahap seleksi administrasi terpilih 204 calon peserta.
Akhirnya, dengan mempertimbangkan tulisan, latar belakang aktivisme, gender dan tempat asal pada tahap seleksi akhir, terpilihlah 41 orang peserta Sekolah Demokrasi Angkatan III. Dari sisi domisili, mereka berasal dari Aceh sampai Papua. Dari sisi gender, lebih dari 30 persen peserta yang terpilih adalah perempuan.
Keragaman ini menjadi penting karena sekolah demokrasi ini didirikan untuk menciptakan satu forum yang bisa menjadi jembatan bagi aktor-aktor progresif dari berbagai latar belakang profesi dan gender dari seluruh penjuru Nusantara untuk bertemu, berdialog dan melakukaan refleksi bersama tentang situasi demokrasi di Indonesia.
Keragaman latar belakang menjadi kekayaan karena sering kali tiap aktor politik berbicara dalam keterbatasan perspektif mereka masing-masing yang dipengaruhi oleh posisinya berada. Ini kemudian menciptakan situasi ketika masing-masing aktor saling menyalahkan satu sama lain.
Akademisi bersikukuh bahwa politik para elite telah menjelma menjadi sekumpulan oligarki predatoris yang membajak demokrasi ke arah yang sangat membahayakan masa depan bangsa.
Namun di sisi lain, didapati keadaan bahwa partai politik merupakan satu institusi yang nyaris tak berubah setelah dua dekade reformasi dengan segala permasalahannya: politik dinasti, kaderisasi yang lambat, korupsi elite dan politisi muda yang berkompetisi dengan praktik lama.