Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kepak Sayap Puan Ditunggu di 38 Derajat Lintang Utara

Kompas.com - 14/08/2021, 15:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ANTARA Puan Maharani dengan Kim Jong Un sebetulnya ada hubungan yang kuat terpatri. Tidak saja dari kesejarahan tetapi juga jejak politik di antara keduanya.

Sebagai perempuan pertama yang menduduki kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), putri Megawati Soekarnoputeri ini sebelumnya menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di kabinet Joko Widodo – Jusuf Kalla dan anggota DPR sejak periode 2009.

Puan Maharani Nakhsatra Kusyala juga memegang rekor salah satu peraih suara terbesar di dua pemilu.

Jika di Pemilu 2009 Puan meraih posisi peraih suara terbanyak nomor dua setelah Edhi Baskoro Yudhoyono atau Ibas, di Pemilu 2014 Puan masih menduduki runner up setelah Karoline Margret Natasha dari PDIP juga yang kini menjabat Bupati Landak. Raihan suara Puan jauh mengunggui Ibas kala itu.

Sebagai cucu Bung Karno, darah politiknya terasah usai masuk dalam jajaran pimpinan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di 2006 dan mulai masuk elite PDIP periode 2010–2015 sebagai ketua DPP bidang politik dan hubungan antar lembaga.

Saat menjadi anggota Dewan, alumnus Jurusan Komunikasi Massa FISIP Universitas Indonesia ini berkutat di komisi yang membidangi industri, investasi, dan persaingan usaha.

Dalam berbagai kesempatan, baik saat ibunya masih menjadi ikon oposisi atau ketika menjabat wakil presiden dan presiden atau setelah purnatugas, Puan kerap mendampingi kegiatan-kegiatan politik Megawat, baik di tataran nasional maupun di forum internasional.

Demikian juga interaksinya dengan ayahanda, mendiang Taufiq Kiemas, baik sebagai anggota DPR kawakan maupun Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Puan paham betul mengenai politik sebagai “seni” dan politik sebagai “alat” perjuangan.

Tidak ada yang bisa memungkiri fakta penggalan perjalanan politik dari istri Hapsoro Sukmonohadi itu.

Kepak sayap Kim Jong Un

Berbeda dengan Kim Jon Un, Presiden Korea Utara sekarang ini, yang terlahir dan hidup selalu dalam lingkungan Istana Matahari Kumsumsam, Pyongyang, tradisi jabatan presiden selalu datang berdasar garis keturunan.

Kakek Jong Un adalah Kim Il Sung - Great Leader Korea Utara yang memimpin Korea Utara hingga 1994 sejak kemerdekaan Korea Utara 1946.

Ayah Jong Un, adalah putra Kim Il Sung, yaitu Kim Jong Il. Jong Un naik ke tampuk kekuasaan usai ayahandanya Jong Ill wafat pada 2011 silam.

Dunia luar menggambarkan kepemimpinan Kim Jong Un sangat powerfull bahkan cenderung diktator. Menurut Lewin, Lippit, dan White, gaya kepemimpinan Jong Un termasuk authoritarian leadership style yakni pemimpin yang selalu mengontrol dan mengawasi setiap tindakan yang dilakukan bawahannya.

Dengan sikap ngeyel-nya, Kim Jong Un juga merupakan sosok pemimpin dengan tipe the technocrat. Menurut Patricia Pitcher, tipe ini adalah pemimpin yang menjadi otak dari jalannya pemerintahan. Pemimpin the technocrat juga cenderung tegas dan keras kepala kepada bawahannya.

Kim Jong Un adalah pemimpin yang memiliki legitimate power yang sangat besar karena dia adalah pemimpin Korea Utara yang dipilih berdasarkan keturunan. Posisi jabatan tertinggi di Korea Utara selalu digengam oleh keluarganya.

Kekuatan militer Korea Utara sangat disegani dunia karena diduga memiliki 40 hulu ledak nuklir yang bisa menjangkau antar-benua, 905 aneka jenis pesawat, 6 ribu tank, 525 beragam kapal laut tempur serta 1,19 juta tentara aktif serta 600 ribu tentara cadangan.

Jelas kekuatan angkatan bersenjata Korea Utara tidak bisa dipandang sebelah mata karena menjadi penentu perdamaian di Semenanjung Korea dan dunia (Kontan.co.id, 18 Juni 2020).

Nasib perdamaian antara dua Korea sampai saat ini masih jauh dari harapan setelah upaya pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong Un berakhir sia-sia.

Pertemuan Trump- Jong Un di Singapore, 2018 dan Vietnam, 2019 telah mengakhiri harapan damai usai ke dua belah pihak gagal mengompromikan keinginannya masing-masing.

Trump, Presiden AS ketika itu minta Korea Utara melakukan pelucutan senjata nuklirnya terlebih dahulu. Sementara Jong Un meminta dibukanya embargo ekonomi dulu, sebelum hulu ledaknya nuklirnya dibuat mandul.

Karena gagal, Jong Un melampiaskan kekecewaannya dengan perintah keras berupa peledakan markas penghubung di daerah perbatasan Korut–Korsel (Kompas.id, 11 Agustus 2021).

Kemesraan Kim Il Sung, Bung Karno, Megawati, dan Kim Jong Il

Mungkin hanya Sukarno yang ada di benak kenangan rakyat Korea Utara, jika kita merunut jalinan sejarah hubungan diplomatik antara Jakarta–Pyongyang.

Kisahnya, kakek Jong Un yaitu Kim Il Sung melakukan muhibah ke Indonesia dari tanggal 10 – 20 April 1965 untuk membalas kunjungan kenegaraan Sukarno ke Pyongyang 1964.

Bung Karno mengajak Kim Il Sung ke Kebun Raya Bogor dan memberi hadiah varietas tanaman anggrek yang belum diberi nama. Oleh kakeknya Puan itu, anggrek tersebut diberi nama Kim Ilsungia.

Saat mengunjungi Kebon Raya Bogor, Kim Jong Il muda sempat berkenalan dengan Megawati, dan yang menjadi comblang-nya adalah kedua orang tua masing-masing. Nantinya, momen ini menjadi modal rintisan perdamaian yang dilakukan Megawati di kemudian hari.

Usai muhibah Kim Il Sung dari Indonesia, anggrek Kim Ilsungia berhasil tumbuh subur dan dikembangbiakan bahkan menjelma menjadi bunga kebanggaan rakyat Korea Utara.

Setiap 15 April saban tahunnya digelar festival anggrek Kim Ilsungia yang juga bertepatan dengan hari lahir Kim Il Sung.

Saya sendiri sudah pernah menjadi saksi kemeriahan perayaan ini di Pyongyang pada 2005 silam. Jalanan di Pyongyang dipenuhi dengan anggrek Kim Ilsungia yang bermekaran.

Sebagai bukti lekatnya nama Sukarno di tanah Korea Utara, segala cenderamata dari Sukarno disimpan rapi di Mauseleum Kumsusan Palace, Pyonyang termasuk video lengkap saat muhibah Sukarno ke Pyongyang pada 1964. Bung Karno mendapat julukan kesayangan Big Brother dari kakek Kim Jong Un.

Kekaguman Kim Il Sung terhadap Gelora Bung Karno, Jakarta, diwujudkan dengan membangun stadion akbar yang serupa di Pyongyang.

Demikian juga sistem perkoperasian di tanah air diadopsi Korea Utara menjadi model perkoperasian yang dikenal dengan nama “yatsu” yang hingga sekarang masih bermitra dengan Kedutaan Besar RI di Pyongyang.

Tidak hanya itu, di Pyongyang juga masih berdiri sekolah persahabatan Indonesia–Korut yang diberi nama Ryulgok.

Beberapa waktu lalu sempat viral video siswa Ryulgok yang fasih menyanyikan lagu-lagu Halo-Halo Bandung, Anak Kambing Saya, Sarinande, dan Tanah Airku. Ryulgok selalu rutin mendapat kunjungan kakek dan ayah Jong Un, termasuk Kim Jong Un sendiri.

Korea Utara yang diisolir dari luar, bahkan masih sempat menggelar Pyongyang International Festival di 2015 dengan menampilkan salah satunya film Sukarno besutan sutradara Hanung Bramantyo (Tempo.co, 1 November 2020).

Puan pantas menjadi mediator Semenanjung Korea

Terhentinya langkah rekonsiliasi ke dua Korea serta sulitnya para pemimpin negara-negara lain membujuk Kim Jong Un ke meja perundingan, sebetulnya bisa menjadi kiprah Puan yang fenomenal. Tentu sja tanpa menafikan peran Presiden Joko Widodo atau Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Dengan melihat tipe kepimimpinan Jong Un, serta memakai pendekatan nostalgia dan romantisme hubungan antara kakek serta orang tua mereka masing-masing, pertemuan bersejarah antara Puan dan Jong Un menjadi keniscayaan sejarah.

Bagi Puan sendiri Korea Utara bukan hal yang asing. Saat Megawati melakukan muhibah ke Korea Utara tahun 2005, Puan juga ikut serta dan bertemu dengan Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea Utara Kim Jong Nam.

Megawati sendiri selepas dari jabatan presiden begitu dipercaya oleh ayah Kom Jong Un untuk membuka hotline dengan Korea Selatan. Hanya Indonesia dan Megawati yang dipercaya betul oleh Seoul dan Pyongyang. Tercatat Megawati sudah tiga kali mengunjugi Pyongyang.

Oleh penerima Nobel Perdamaian yang juga mantan Presiden Korea Selatan Kim Dae Jung, Megawati diharapkan menjadi special envoy untuk mencairkan kebekuan ke dua Korea.

Megawati yakin betul, falsafah dan nilai-nilai Pancasila bisa mempercepat proses perdamaian di Semenanjung Korea.

Puan harus mengambil tongkat estafet diplomasi yang telah dimulai oleh kakek dan ibu-nya untuk menjadi pemecah kebuntuan rekonsiliasi ke dua Korea.

Di saat pandemi Covid-19 dan ketatnya embargo yang dijatuhkan kalangan internasional yang dimotori AS, rakyat Korea Utara harus ditolong.

Misi diplomatik kita pun dalam posisi minimal karena ditariknya staf kedutaan termasuk duta besar ke Jakarta karena ketidakpastian lockdown Korea Utara dan semakin sulitnya akses keluar dari Pyongyang.

Pemisahan kedua bangsa Korea di sepanjang 38 derajat garis lintang utara harus segera diakhiri. Puan bisa berkontribusi dalam perjuangan politik luar negeri yang bebas dan aktif, tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang bertentangan dengan kepribadian bangsa serta kebijakan luar negeri tidak bersikap pasif atas kejadian internasional.

Seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: “....ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...", maka bangsa Indonesia mengambil peran dalam perdamaian dunia.

Kapasitas intelektual Puan Maharani tidak cukup hanya ditampung di baliho raksasa “Kepak Sayap Kebhinekaan” saja yang kini tersebar masif di seluruh tanah air.

Puan punya kelas dan kemampuan diplomatik dan telah menyerap banyak ilmu dari orang tua serta kisah kebesaran sejarah kakeknya.

Jika berhasil menyatukan ke dua Korea, Puan akan tercatat dalam noktah sejarah sebagai pemimpin milenial yang bisa meruntuhkan kawat berduri yang lama kokoh berdiri menjadi pemisah Korea. Tembok Berlin yang memisahkan Jerman dalam dua negara saja, runtuh setelah 28 tahun didirikan.

Kepak sayap Puan ditunggu rakyat Korea di 38 derajat garis lintang utara.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com