Demikian juga sistem perkoperasian di tanah air diadopsi Korea Utara menjadi model perkoperasian yang dikenal dengan nama “yatsu” yang hingga sekarang masih bermitra dengan Kedutaan Besar RI di Pyongyang.
Tidak hanya itu, di Pyongyang juga masih berdiri sekolah persahabatan Indonesia–Korut yang diberi nama Ryulgok.
Beberapa waktu lalu sempat viral video siswa Ryulgok yang fasih menyanyikan lagu-lagu Halo-Halo Bandung, Anak Kambing Saya, Sarinande, dan Tanah Airku. Ryulgok selalu rutin mendapat kunjungan kakek dan ayah Jong Un, termasuk Kim Jong Un sendiri.
Korea Utara yang diisolir dari luar, bahkan masih sempat menggelar Pyongyang International Festival di 2015 dengan menampilkan salah satunya film Sukarno besutan sutradara Hanung Bramantyo (Tempo.co, 1 November 2020).
Terhentinya langkah rekonsiliasi ke dua Korea serta sulitnya para pemimpin negara-negara lain membujuk Kim Jong Un ke meja perundingan, sebetulnya bisa menjadi kiprah Puan yang fenomenal. Tentu sja tanpa menafikan peran Presiden Joko Widodo atau Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Dengan melihat tipe kepimimpinan Jong Un, serta memakai pendekatan nostalgia dan romantisme hubungan antara kakek serta orang tua mereka masing-masing, pertemuan bersejarah antara Puan dan Jong Un menjadi keniscayaan sejarah.
Bagi Puan sendiri Korea Utara bukan hal yang asing. Saat Megawati melakukan muhibah ke Korea Utara tahun 2005, Puan juga ikut serta dan bertemu dengan Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Republik Demokratik Rakyat Korea Utara Kim Jong Nam.
Megawati sendiri selepas dari jabatan presiden begitu dipercaya oleh ayah Kom Jong Un untuk membuka hotline dengan Korea Selatan. Hanya Indonesia dan Megawati yang dipercaya betul oleh Seoul dan Pyongyang. Tercatat Megawati sudah tiga kali mengunjugi Pyongyang.
Oleh penerima Nobel Perdamaian yang juga mantan Presiden Korea Selatan Kim Dae Jung, Megawati diharapkan menjadi special envoy untuk mencairkan kebekuan ke dua Korea.
Megawati yakin betul, falsafah dan nilai-nilai Pancasila bisa mempercepat proses perdamaian di Semenanjung Korea.
Puan harus mengambil tongkat estafet diplomasi yang telah dimulai oleh kakek dan ibu-nya untuk menjadi pemecah kebuntuan rekonsiliasi ke dua Korea.
Di saat pandemi Covid-19 dan ketatnya embargo yang dijatuhkan kalangan internasional yang dimotori AS, rakyat Korea Utara harus ditolong.
Misi diplomatik kita pun dalam posisi minimal karena ditariknya staf kedutaan termasuk duta besar ke Jakarta karena ketidakpastian lockdown Korea Utara dan semakin sulitnya akses keluar dari Pyongyang.
Pemisahan kedua bangsa Korea di sepanjang 38 derajat garis lintang utara harus segera diakhiri. Puan bisa berkontribusi dalam perjuangan politik luar negeri yang bebas dan aktif, tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang bertentangan dengan kepribadian bangsa serta kebijakan luar negeri tidak bersikap pasif atas kejadian internasional.
Seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: “....ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...", maka bangsa Indonesia mengambil peran dalam perdamaian dunia.
Kapasitas intelektual Puan Maharani tidak cukup hanya ditampung di baliho raksasa “Kepak Sayap Kebhinekaan” saja yang kini tersebar masif di seluruh tanah air.
Puan punya kelas dan kemampuan diplomatik dan telah menyerap banyak ilmu dari orang tua serta kisah kebesaran sejarah kakeknya.
Jika berhasil menyatukan ke dua Korea, Puan akan tercatat dalam noktah sejarah sebagai pemimpin milenial yang bisa meruntuhkan kawat berduri yang lama kokoh berdiri menjadi pemisah Korea. Tembok Berlin yang memisahkan Jerman dalam dua negara saja, runtuh setelah 28 tahun didirikan.
Kepak sayap Puan ditunggu rakyat Korea di 38 derajat garis lintang utara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.