Angka kematian adalah indikator kunci saat ada pandemi atau wabah, bukan saja untuk melihat intervensi di hulu tetapi juga untuk menilai derajat keparahan dari suatu wabah (Kompas.com, 11 Agustus 2021).
Dari data LaporCovid-19 – kelompok pemantau independen situasi corona - yang dikumpulkan dari 510 kabupaten dan kota hingga 7 Agustus 2021 menemukan 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Covid-19.
Sementara itu, jumlah kematian positif Covid-19 yang diumumkan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. Artinya terdapat selisih 19.192 angka kematian. (Detik.com, 11 Agustus 2021).
Perbedaan pola pandang mengenai angka kematian, satu sisi dari kacamata birokrasi dan sisi yang lain dari kacamata kesehatan memang sulit untuk dipertemukan dalam aras yang sama.
Jika dalih pemerintah penghilangan angka kematian sebagai indikator penetapan wilayah PPKM karena alasan distorsi angka maka alasan ini hanya bersifat teeknikal semata.
Untuk menghilangkan distorsi tentu harus ada pembenahan dalam input data secara tepat waktu agar tidak terjadi penumpukan pelaporan.
Penghilangan angka kematian sebagai indikator tidak boleh bersifat permanen dan hanya bersifat temporer saja sembari menunggu selesainya pembenahan.
Sementara paradigma kalangan kesehatan dalam melihat angka kematian memang bersifat mutlak, tidak terkontaminasi dengan isu politik atau isu yang lain misalnya.
Angka kematian malah bisa dijadikan indikator sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam menangani pandemi.
Seperti halnya politik komunikasi yang dijalankan era Soeharto tidak ada istilah “kenaikan harga” tetapi yang ada hanyalah “penyesuaian harga”, saya memperkirakan nantinya akan ada revisi terminologi dari penghilangan angka kematian.
Revisi nantinya bisa menjadi “penghentian sementara” penggunaan angka kematian sebagai indikator. Semacam eufimisme untuk menghaluskan kata “penghilangan” angka kematian sebagai indikator setelah muncul keberatan dan protes dari berbagai kalangan.
Dampak dari penghilangan angka kematian sebagai indikator penanganan Covid memang terasa dampaknya bagi “turun kelas”-nya level beberapa kabupaten dan kota. Tercatat ada 26 kabupaten dan kota yang turun level (Kompas.com, 11 Agustus 2021).
Dari cara pandang ilmu komunikasi, angka-angka termasuk angka kematian sekalipun adalah proses simbolik.
Menurut Susanne K Langer, salah satu kebutuhan pokok dari manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang.
Manusia dengan kelebihannya berupa akal, adalah satu-satunya mahluk di muka bumi yang menggunakan lambang dalam kehidupannya.
Bahkan Ernst Cassier lebih menekankan lagi, keunggulan manusia atas mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Akan lebih bijak jika silang sengkarut soal angka kematian apakah dihilangkan atau tetap dipertahankan, dikembalikan kepada sifat kehakikianya yakni sebagai pemenuhan kebutuhan untuk simbolisasi keilmuan yang bermanfaat untuk kemashalatan umat
Angka tidak bisa diabaikan begitu saja. Angka berhubungan dengan jiwa. Angka 1 diartikan “ada” dan angka 0 dimaknai kosong atau “tiada”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.