Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi Dinilai Berada di Titik Kegelapan

Kompas.com - 12/08/2021, 16:03 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hiayatullah Jakarta, Azyumardi Azra menilai pemberantasan korupsi di era Presiden Joko Widodo berada di titik kegelapan.

Penyebabnya, lanjut Azra, adalah tidak adanya sikap tegas dari Jokowi terhadap isu pemberantasan korupsi.

Azra mencontohkannya dengan sikap Jokowi yang tidak mengambil tindakan tegas saat revisi Undang-Undang KPK 2019 lalu.

"Kali pertama Presiden Jokowi mengajukan Surat Presiden perubahan revisi Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2003 itu saya termasuk bersuara agak kencang, bersama koalisi dan masyarakat madani kami akhirnya diterima Presiden Jokowi di Istana, dan kita menuntut, meminta pembatalan UU Nomor 19 Tahun 2019 hasil revisi itu," ungkapnya dalam diskusi virtual di YouTube Sahabat Indonesia Corruption Watch (ICW), Kamis (12/8/2021).

"Presiden Jokowi bilang ya kita pertimbangkan, dan itu ternyata cuma gimmick ya, dan gimmick itu ditambah dengan tidak ditandatanganinya UU yang sudah disahkan oleh DPR itu, jadi UU itu berlaku tanpa tanda tangan Presiden," sebut Azra.

Baca juga: KPK Sebut Pemberantasan Korupsi Bukan Semata Persoalan Penegakan Hukum, tetapi…

Sejak saat itu, Azra mengatakan bahwa kegaduhan di KPK terus terjadi hingga saat ini terkait dengan alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

Azra menuturkan, sejak ditemukannya indikasi TWK bermasalah karena materinya mengandung sexual harrasment, hingga mengadu antara pancasila dan agama, sampai dengan temuan Ombudsman RI tentang adanya maladministrasi pada tes itu, Jokowi hanya berkomentar satu kali.

"Hanya sejak saat itu sampai sekarang, hanya sekali saja Presiden Jokowi bilang janganlah hasil TWK jadi satu-satunya alasan untuk menonaktifkan pegawai KPK itu," sebutnya.

Pernyataan Jokowi, dan temuan Ombudsman itu, sambung Azra, akhirnya juga tidak digubris oleh KPK. Namun Jokowi disebutnya diam saja menanggapi pembiaran tersebut.

"Dengan KPK menolak beberapa hari lalu dengan alasan masalahnya masih dalam proses judicial review di MA, itu alasan yang diambil, padahal itu bersifat substantif, dan tidak ada komentar sedikit pun dari Presiden Jokowi," imbuh dia.

Azra menyampaikan bahwa mestinya Jokowi melakukan tindakan pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) serta KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Baca juga: 436 Orang Pegawai Terpapar Covid-19, KPK Pastikan Pemberantasan Korupsi Tetap Jalan

"Kemenpan RB, KPK dan BKN itu harus ditertibkan. Karena merekalah yang bersengkongkol merubah tanggal, mengatur, merekayasa tanggal-tanggal dan lain sebagainya sebagaimana yang ditemukan Ombudsman," paparnya.

"Intinya itu aja deh banyak maladministrasi, cacat prosesur dan macam-macam tapi Presiden Jokowi tidak melakukan apa-apa, berdiam seribu bahasa," sambung dia.

Maka Azra melihat bahwa proyeksi ke depan terkait pemberantasan korupsi itu mendung atau gelap.

"Proyeksinya gloomy, mendung, gelap kalau menyangkut KPK dan pemberantasan korupsi. Jadi tidak terlalu menggembirakan," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com