Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sengkarut Data Kematian Covid-19...

Kompas.com - 12/08/2021, 14:40 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sengkarut data kematian Covid-19 terus terjadi meskipun pandemi Covid-19 telah berlangsung setahun lebih. Pemerintah masih terlihat gagap dalam pencatatan data kematian.

Terbaru, publik digegerkan oleh pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan data kematian Covid-19 dikeluarkan sementara dari indikator pelevelan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Hal itu disampaikan Luhut saat mengumumkan perpanjangan PPKM level 2,3, dan 4 di Pulau Jawa dan Bali pada Senin (9/8/2021).

"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers, Senin.

Baca juga: Pemerintah Turunkan Tim Khusus Benahi Data Kematian Covid-19

Luhut beralasan data kematian dikeluarkan sementara karena adanya input data yang bermasalah sehingga menimbulkan distorsi data. Menurut dia, distorsi itu menyebabkan penilaian level PPKM menjadi tidak valid.

Input data yang bermasalah itu terjadi lantaran adanya keterlambatan pencatatan data kematian di sejumlah daerah. Akibatnya data kematian yang semestinya masuk pada pencatatan sepekan atau sebulan sebelumnya baru masuk sekarang.

Dikeluarkannya data kematian dari indikator pelevelan PPKM menurut epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman sangat keliru dan berbahaya.

Menurutnya, semua penyakit memerlukan adanya indikator kematian, baik itu kanker, stroke, diabetes, tak terkecuali virus corona penyebab Covid-19.

Selain salah, juga berbahaya karena indikator kematian ini indikator kunci adanya suatu wabah untuk melihat bukan hanya performa intervensi di hulu, tapi juga menilai derajat keparahan suatu wabah," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (11/8/2021).

Baca juga: 3,74 Juta Kasus Covid-19 dan Desakan Perbaikan Data Kematian

Sehingga apabila indikator kematian dihilangkan, lanjut Dicky, strategi penanganan pandemi berpotensi menjadi salah, ekspektasi yang diperkirakan juga akan jauh dari harapan. 

Ia menuturkan, alibi data kematian yang menumpuk dan menimbulkan ketidakakuratan, seharusnya tidak membuat pemerintah menghilangkannya begitu saja.

Data kematian tersebut cukup diperbaiki dengan secepat dan seakurat mungkin tanpa perlu menghilangkannya.

"Seperti yang sering saya katakan, manajemen data ini kita harus terus tingkatkan karena stastitik kematian itu penting untuk menginformasikan tentang bagaimana perjalanan atau performa kebijakan kesehatan strategi pandemi," katanya lagi.

Sengkarut data sejak awal

Sedianya, sengkarut data kematian akibat Covid-19 bukan baru kali ini terjadi. Sejak awal pemerintah juga tak mengindahkan saran Badan Kesehatan Dunia (WHO) terkait pencatatan data kematian Covid-19 yang.

WHO sejatinya menyarankan agar data kematian berupa pasien yang berstatus suspect Covid-19 juga dicatatkan ke dalam angka kematian akibat Covid-19.

Baca juga: Jubir Luhut: Angka Kematian Akan Dimasukkan Lagi sebagai Indikator Level PPKM jika Sudah Rapi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com