JAKARTA, KOMPAS.com - Sengkarut data kematian Covid-19 terus terjadi meskipun pandemi Covid-19 telah berlangsung setahun lebih. Pemerintah masih terlihat gagap dalam pencatatan data kematian.
Terbaru, publik digegerkan oleh pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan data kematian Covid-19 dikeluarkan sementara dari indikator pelevelan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Hal itu disampaikan Luhut saat mengumumkan perpanjangan PPKM level 2,3, dan 4 di Pulau Jawa dan Bali pada Senin (9/8/2021).
"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers, Senin.
Baca juga: Pemerintah Turunkan Tim Khusus Benahi Data Kematian Covid-19
Luhut beralasan data kematian dikeluarkan sementara karena adanya input data yang bermasalah sehingga menimbulkan distorsi data. Menurut dia, distorsi itu menyebabkan penilaian level PPKM menjadi tidak valid.
Input data yang bermasalah itu terjadi lantaran adanya keterlambatan pencatatan data kematian di sejumlah daerah. Akibatnya data kematian yang semestinya masuk pada pencatatan sepekan atau sebulan sebelumnya baru masuk sekarang.
Dikeluarkannya data kematian dari indikator pelevelan PPKM menurut epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman sangat keliru dan berbahaya.
Menurutnya, semua penyakit memerlukan adanya indikator kematian, baik itu kanker, stroke, diabetes, tak terkecuali virus corona penyebab Covid-19.
Selain salah, juga berbahaya karena indikator kematian ini indikator kunci adanya suatu wabah untuk melihat bukan hanya performa intervensi di hulu, tapi juga menilai derajat keparahan suatu wabah," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (11/8/2021).
Baca juga: 3,74 Juta Kasus Covid-19 dan Desakan Perbaikan Data Kematian
Sehingga apabila indikator kematian dihilangkan, lanjut Dicky, strategi penanganan pandemi berpotensi menjadi salah, ekspektasi yang diperkirakan juga akan jauh dari harapan.
Ia menuturkan, alibi data kematian yang menumpuk dan menimbulkan ketidakakuratan, seharusnya tidak membuat pemerintah menghilangkannya begitu saja.
Data kematian tersebut cukup diperbaiki dengan secepat dan seakurat mungkin tanpa perlu menghilangkannya.
"Seperti yang sering saya katakan, manajemen data ini kita harus terus tingkatkan karena stastitik kematian itu penting untuk menginformasikan tentang bagaimana perjalanan atau performa kebijakan kesehatan strategi pandemi," katanya lagi.
Sedianya, sengkarut data kematian akibat Covid-19 bukan baru kali ini terjadi. Sejak awal pemerintah juga tak mengindahkan saran Badan Kesehatan Dunia (WHO) terkait pencatatan data kematian Covid-19 yang.
WHO sejatinya menyarankan agar data kematian berupa pasien yang berstatus suspect Covid-19 juga dicatatkan ke dalam angka kematian akibat Covid-19.
Baca juga: Jubir Luhut: Angka Kematian Akan Dimasukkan Lagi sebagai Indikator Level PPKM jika Sudah Rapi