JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dan koalisi warga pemantau wabah mendesak pemerintah memperbaiki data kematian akibat Covid-19.
Hal ini menyusul keputusan pemerintah mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 dari penilaian Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menyatakan, angka kematian tidak boleh dihilangkan dari indikator penanganan Covid-19.
Dia mengatakan, kematian merupakan indikator valid untuk melihat tingkat keparahan situasi wabah.
"Angka kematian adalah indikator valid untuk melihat derajat keparahan situasi wabah, kalau kematiannya banyak ya, parah banget," kata Dicky, Selasa (10/8/2021).
Baca juga: Jubir Luhut: Angka Kematian Akan Dimasukkan Lagi sebagai Indikator Level PPKM jika Sudah Rapi
Menurut Dicky, ada dua indikator untuk melihat tingkat keparahan pandemi, yaitu awal dan akhir.
Indikator awal adalah kasus harian, positivity rate, dan angka reproduksi.
Sementara itu, indikator akhir adalah tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) dan angka kematian.
Dicky mengatakan, jika angka kematian dihilangkan, penanganan pandemi bagaikan mobil tanpa spion.
Ia pun menegaskan, sengkarut data tak bisa jadi alasan pemerintah menghapuskannya dari indikator penanganan wabah.
"Alasannya karena sengkarut data ya tidak bisa. Karena bicara angka kasus harian saja itu sengkarutnya banyak, baik dari sisi tes itu tidak real time (tapi) tetap ada, tes itu kan bukan yang hari itu, tapi beberapa hari," ucap dia.
Pada Rabu (12/8/2021), pemerintah melaporkan ada penambahan 30.625 kasus Covid-19, sehingga, secara kumulatif, kasus Covid-19 di Tanah Air yaitu 3.749.446 kasus.
Baca juga: UPDATE 11 Agustus: 1.958 Kasus Baru Covid-19 di Jakarta, Positivity Rate di Bawah 10 Persen
Kemudian, ada penambahan 39.931 pasien Covid-19 sembuh, sehingga jumlahnya menjadi 3.211.078 orang.
Selain itu, data pemerintah menyatakan ada penambahan 1.579 kasus kematian akibat Covid-19. Dengan demikian, hingga kemarin, kasus kematian mencapai 112.198 jiwa.
Koalisi Lapor Covid-19 pun meminta pemerintah tidak mengabaikan data kematian dari indikator penanganan pandemi.