Bulan kalangan lapis tiga
Dilingkari warna darah
Semburat lembayung diujung ufuknya
Kata kyai Semar itu pertanda pagebluk segera tiba
Bunyi jangkrik malam pun terdengar sembilu
Suara bonang bertalu talu dari Wuhan membawa kidung corona Blug..... Blug.... Blug
Blug..... Blug...
Blug
Tajamkan daun telingamu, asah mata hatimu
Pageblug bukan bencana, meski makan korban dimana mana Ia adalah teraju alam, dacin digital dengan presisi tinggi. Menyeimbangkan kembali bahtera yang koplak. Meluruskan lagi keadilan yang terkoyak. Menambal kembali ozon yang terkuak "Deso mowo coro, negoro mowo toto"
Tatanan itu kini morat- marit dilalap adikuasa.
Saat Ia bersabda: Kan kutimpakan padamu sesuatu yang mencekam. Lumbungmu jebol.
Lambungmu ambrol
Nyawa berserakan di jalan tol
Tak ada lagi kurma, melon apalagi jambu bol Bukankah sapi betina 155 telah berkata?
Katakan saja
lnnalilahi wa inna ilaihi rojiun
“SAJAK Pagebluk” yang ditulis Ahmad Istiqom ini bisa jadi merupakan katarsis budaya terhadap fenomena pandemi yang terjadi saat ini.
Pandemi tidak saja persoalan kesehatan an sich semata, tetapi bisa dianggap sebagai problem besar dari semua aspek kehidupan, termasuk budaya.
Penanganan pandemi Covid-19 tidak saja dengan menjaga jarak, membatasi terjadinya kerumunan, kerap mencuci tangan, memakai masker dan mengurangi mobilitas saja.
Pandemi juga tidak saja dikhtiarkan dengan menggencarkan program vaksinasi tetapi akan lebih bijak jika tidak mengesampingkan aspek budaya yang begitu kental dalam kehidupan masyarakat kita yang begitu heterogen.
Jangan heran jika warga Desa Sumber Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, Jawa Timur hingga kini masih memajang boneka kayu memakai baju lengkap dan perapian atau diang di depan rumahnya masing-masing.
Tradisi peninggalan nenek moyang ini masih dianggap warga sebagai cara efektif untuk melawan Covid.
Boneka sebagai wujud yang menyerupai syetan pripayangan dijadikan tolak bala saat wabah atau pagebluk.
Warga bersyukur, sebelum dipasang boneka ada enam rumah yang terpapar Covid bahkan dua orang diantaranya wafat.
Tetapi usai pemasangan boneka dan perapian, kesehatan warga berangsur-angsur membaik dan tidak ada lagi yang terinfeksi Corona. (Detik.com, 5 Agustus 2021)
Masih di Jawa Timur, tepatnya di Desa Klangrong, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, sekelompok ibu-ibu menggotong keranda jenazah ke pemakaman. Setelah di lokasi pemakaman, baru kaum pria yang menguburkannya.
Bila biasanya ritual mengangkat keranda itu dikerjakan kaum pria, ternyata aksi ini dipercaya masyarakat setempat untuk mengusir wabah penyakit.