Tim Redaksi
“Jadi yang bertanggung jawab atas segala hak asasi manusia termasuk hak atas kesehatan dalam hal ini penanggulangan Covid-19 adalah presiden sebagai kepala pemerintahan,” ucap dia.
Gugatan itu, kata dia, bisa dalam bentuk ganti rugi atau perubahan kebijakan.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisaksi Trubus Rahardiansyah menilai pemerintah sebetulnya punya tanggung jawab melindungi warga dari wabah sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Baca juga: Menkes: 45 Daerah di Luar Jawa-Bali Jadi Prioritas Penambahan Dosis Vaksin Covid-19
Namun, sejak awal pemerintah tak mau mengacu pada UU itu karena tidak mau melaksanakan konsekuensi yang tertuang dalam regulasi tersebut.
"Intinya pemerintah mau menghindari konsekuensi yang tercantum dalam Undang-Undang Karantina Kesehatan itu, yaitu memberikan kecukupan kebutuhan dasar masyarakat," ujar dia.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebut bahwa angka kematian yang tinggi disebabkan karena fasilitas kesehatan yang tidak mampu melayani dengan baik.
Di sisi lain, cakupan vaksinasi Covid-19 juga masih rendah pada kelompok rawan.
Oleh karenanya, kini pemerintah bertanggung jawab untuk terus mempercepat capaian vaksinasi di Tanah Air.
"Mereka yang kena Covid-19 berat dan meninggal adalah yang tidak divaksinasi dan atau dengan komorbid," kata Pandu.
Menurut Budi, banyak pasien yang tutup usia tak lama setelah dirawat di RS.
"Yang wafat di rumah sakit mendadak jadi lebih cepat, biasanya rata-rata sebelumnya 8 hari, sekarang rata-rata 3 hari, 4 hari sudah wafat," kata Budi dalam konferensi pers virtual, Senin (2/8/2021).
Baca juga: Banyak Pasien Covid-19 Meninggal, Menkes: Telat Masuk RS dan Saturasi Sudah Sangat Rendah
Tak hanya itu, semula, pasien meninggal dunia paling banyak yang dirawat di ruang ICU. Tapi, belakangan, tidak sedikit pasien IGD yang juga tutup usia akibat Covid-19.
"Dulu wafatnya kebanyakan di ICU, di IGD paling cuma 1 persen, 2 persen. Sekarang di IGD hampir 20 persen kita heran, kok kenapa orang di IGD jadi banyak yang wafat," ujar Budi.
Senada Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ganip Warsito menyebutkan, banyak pasien mengalami pemburukan kondisi karena kurangnya pemantauan.
"Dari pengalaman penanganan di Jawa dan Bali, fatality (kematian) kerap terjadi karena pemburukan. Pasien dibawa ke rumah sakit ketika sudah kritis. Kenapa, mungkin saat isoman tidak ada monitoring,” kata Ganip melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (5/8/2021).
Baca juga: Satgas Ingatkan Pentingnya Pengawasan Pasien Covid-19 Saat Isolasi Mandiri
Ganip mengatakan, penanganan pandemi harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Hulu yang dimaksud yakni penanganan terhadap pasien yang terkonfirmasi positif.
Pasien positif dapat digolongkan menjadi pasien OTG atau tak bergejala, bergejala ringan, sedang, hingga berat.
Dari penggolongan tersebut, dapat diambil tindakan yang sesuai, apakah pasien cukup isolasi mandiri di rumah, isolasi terpusat di fasilitas milik pemerintah; atau harus mendapat penanganan di rumah sakit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.