Kewawasan diri bisa saja dihambat oleh sistem keluarga yang lemah, pendidikan yang tak bermutu, pergaulan sosial yang buruk dan informasi media sosial yang tak terkendali. Hal tersebut membuat orang tak mampu memahami realitas dan enggan melihat hal positif pada orang lain.
Memang, di berbagai media massa dan media sosial beredar informasi palsu bahwa Covid-19 adalah sebuah konspirasi. Namun, dengan kewawasan diri yang baik, siapa pun pasti akan meragukan informasi seperti itu.
Orang awam tidak dituntut memahami seluk beluk Covid-19 sebagaimana para ilmuwan dan professional di bidang medis.
Namun, dengan kewawasan diri yang baik kita sudah bisa ikut berpartisiasi untuk menangani Covid-19. Karena kalau Covid-19 itu diibaratkan dengan air berlumpur maka dengan kewawasan diri saja kita tergerak untuk mencari solusi guna menjernihkannya kembali.
Dengan kewawasan diri, sebetulnya juga kita bisa lebih rendah hati mengakui bahwa ada hal yang di luar pemahaman kita. Oleh karena itu, berkenaan dengan Covid-19 ini kita harus percaya pada mereka yang ahli.
Secara biologis, kita semestinya percaya pada keterangan ahli di bidang virologi bahwa penyakit ini baru bagi manusia dan bisa menular dengan sangat cepat apabila kita tidak patuh pada protokol kesehatan.
Dengan kewawasan diri, kita semestinya mampu melihat bahwa pemerintah pusat dan daerah, Satgas Covid-19, para tenaga medis, Polri, Satpol PP, dan TNI dan para relawan bekerja sedang berpikir dan bekerja keras untuk mengatasi pandemi tersebut.
Kerja keras itu akan berhasil apabila semua komponen bangsa ini ikut ambil bagian sesuai porsinya masing-masing.
Tetapi orang yang lemah kewawasan dirinya biasanya enggan berpartisipasi, suka mengritik, bahkan memprovokasi menentang pemerintah dan segala kebijakannya.
Mereka juga dengan mudah menilai bahwa upaya pengendalian pandemi sebagai tidak tepat dan tidak optimal.
Mereka pun gemar memengaruhi warga bangsa sehingga lengah menjalankan prokes dengan menyebarkan narasi kontraproduktif seperti: “Tidak ada kematian akibat Covid-19, masker itu omong kosong, vaksin itu proyek dan lain sebagainya.”
Memang, garisnya kabur apakah pasien meninggal karena Covid-19 atau kurang perawatan? Namun, yang terbaik adalah mentaati prokes, menghindari paparan dan ikuti program vaksinasi sehingga kita tidak menjadi pasien.
Mengapa kita sebagai bangsa harus wawas diri dan tanpa mundur berperang melawan Covid-19? Mengapa kita harus menemukan solusi atas pandemi ini secara bersama-sama?
Melalui kewawasan diri, setiap kita mampu melihat bahwa realitas baru sedang terjadi. World Economic Forum (WEF) ke 51 di Davos akhir Januari 2021 lalu mencirikan kondisi dunia sekarang sebagai berikut:
Pertama, now is global. Dalam konteks Covid-19, kita perlu bercermin bahwa realitas ini baru pertama kali terjadi di semua negara, semua bangsa, kota, dan komunitas.