JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut bahwa kebijakan biaya perjalanan dinas pegawai KPK yang dibebankan pada penyelenggara bukan merupakan bentuk dari suap dan gratifikasi.
Peraturan itu terkandung dalam Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpin) Nomor 6 Tahun 2021.
Kendati demikian kebijakan ini dikritik oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari yang menyebut bahwa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan adanya konflik kepentingan.
Baca juga: Perjalanan Dinas Dibiayai Penyelenggara, Mindset KPK Kini Dinilai Jauh dari Antikorupsi
Apa itu konflik kepentingan?
Dikutip dari situs KPK, yaitu aclc.kpk.go.id, konflik kepentingan adalah situasi di mana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
Penyelenggara negara dalam pengertian itu adalah pejabat negara, pejabat publik yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Selain itu pejabat negara yang dimaksud juga termasuk aparat penegak hukum, organ ekstra struktural (KPK, KPU, Komisi Yudisial, dll), pelaksana, penilai dan pengawas pelayanan publik, pimpinan Bank Indonesia serta penyelenggara negara di BUMN, BHMN, BLU hingga BUMD.
Baca juga: Apa Perbedaan antara Gratifikasi dan Suap?
Bentuk konflik kepentingan
KPK juga menjelaskan ragam bentuk aktivitas terkait konflik kepentingan. Ini seperti situasi yang menyebabkan seseorang menerima sesuatu, menerima gratifikasi, atau pemberian atau penerimaan hadiah atas suatu keputusan atau jabatan.
Dalam hal ini, pembiayaan untuk pegawai KPK dari pihak lain dikhawatirkan memunculkan konflik kepentingan.
Kemudian, konflik kepentingan bisa berupa penggunaan aset jabatan atau instansi guna kepentingan pribadi atau golongan.
Ada juga situasi yang menyebabkan penggunaan informasi rahasia jabatan atau intansi untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Lalu, konflik kepentingan juga termasuk rangkap jabatan di beberapa instansi, dan pemberian akses khusus pada pihak tertentu.
Baca juga: Biaya Perjalanan KPK Ditanggung Penyelenggara, Abraham Samad: Runtuhkan Marwah
Konflik kepentingan juga terkait dengan proses pengawasan yang tidak mengikuti prosedur karena ada pengaruh dari pihak lain.
Selanjutnya yang termasuk konflik kepentingan adalah situasi kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi yang merupakan hasil dari si penilai, penyalahgunaan jabatan, penentuan sendiri besaran gaji yang diterima, bekerja diluar kewenangan, menerima tawaran pembelian saham, serta penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang.
Baca juga: Pusako Kritik Peraturan Pimpinan KPK soal Biaya Perjalanan Dinas Pegawai
Penegak hukum tak boleh terima pemberian apa pun
Feri Amsari khawatir kebijakan perjalanan dinas pegawai KPK dapat memunculkan konflik kepentingan.
Sebab, menurut Feri penegak hukum tidak boleh menerima pemberian apapun dari lembaga yang sedang diawasi.
Feri mengungkapkan, kebijakan ini dapat menyebabkan lembaga-lembaga terkait akan berlomba-lomba mendukung kerja-kerja KPK.
Baca juga: Mengenal Gratifikasi: Definisi, Dasar Hukum dan Tata Cara Pelaporannya
Maka situasi itu akan menyebabkan relasi KPK dengan lembaga terkait bukan relasi antara penegak hukum dengan lembaga yang harus diawasi.
"Akhirnya ini sama saja dengan peristiwa masa lalu di mana terjadi kongkalikong berbagai kepentingan dengan berbagai pihak, sehingga ewuh pekewuh-nya muncul," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.