JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah mendapat banyak kritikan dan penolakan dari banyak pihak, akhirnya pemerintah memutuskan untuk membatalkan vaksinasi Covid-19 berbayar bagi individu.
Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Peraturan tersebut merupakan perubahan atas Permenkes Nomor 19 Tahun 2021 yang sebelumnya memuat aturan mengenai vaksinasi individu berbayar melalui skema vaksinasi gotong royong.
Baca juga: Menkes Resmi Cabut Aturan Vaksinasi Covid-19 Berbayar untuk Individu
Dengan perubahan aturan itu, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tetap sama dengan mekanisme sebelumnya, yaitu diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia melalui program vaksinasi pemerintah dan program vaksinasi gotong royong melalui perusahaan.
Vaksinasi gotong royong melalui perusahaan hanya menggunakan vaksin Sinopharm dengan sasaran sekitar 7,5 juta penduduk usia di atas 18 tahun.
Berbeda dengan program vaksinasi pemerintah yang menggunakan vaksin Sinovac, AstraZeneca, Moderna, Pfizer, Sinopharm, dan Novavax dengan sasaran lebih dari 200 juta penduduk usia di atas 12 tahun.
Baca juga: Vaksin Berbayar Dinilai Akan Munculkan Diskriminasi, Permenkes Vaksinasi Gotong Royong Harus Dicabut
Program vaksinasi Covid-19 berbayar menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bermula dari rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian pada 26 Juni 2021.
Rapat itu, kata Budi, digelar atas inisiatif Komite Penanganan Covid-19 Pemulihan Ekonomi (KPC-PEN) untuk membahas program vaksinasi gotong royong yang dinilai lambat dan perlu ditingkatkan kecepatannya.
Melalui rapat tersebut, disepakati beberapa opsi untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi gotong royong, di antaranya membuka ke rumah sakit yang juga memiliki program vaksinasi gratis pemerintah, memberikan kepada anak dan ibu hamil atau menyusui, serta membuka kepada individu.
Baca juga: Saat Jokowi Serukan Kesetaraan Vaksin di Sidang Umum PBB, tetapi Pemerintah Sediakan Vaksin Berbayar
Selanjutnya, pada 27 Juni 2021, Kementerian Kesehatan menggelar rapat internal Kemenkes dan menyiapkan draf Peraturan Menkes (permenkes) tentang Perubahan Kedua Permenkes Nomor 10 Tahun 2021.
Budi mengatakan, hasil rapat tersebut pun dibawa ke dalam rapat terbatas (ratas) kabinet pada 28 Juni 2021 untuk kembali dibahas. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang sekaligus sebagai Ketua KPC-PEN, memberi masukan.
Pada 29 Juni 2021, digelar rapat harmonisasi melibatkan kementerian/lembaga terkait antara lain Kemenko Perekonomian, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, KPK, BPOM, dan BPJS Kesehatan.
Hasil rapat itu sepakat melakukan harmonisasi aturan lama mengenai vaksinasi gotong royong dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021.
Draf permenkes tersebut pun ditandatangani pada 5 Juli 2021 dan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapat pengundangan.
Baca juga: Vaksin Berbayar dan Komersialisasi Pandemi
Keputusan tersebut kemudian diumumkan kepada publik, rencananya pemerintah melalui Kimia Farma akan menerapkan vaksinasi Covid-19 berbayar yang akan berlaku pada 12 Juli 2021.
Pada tahap awal, layanan vaksinasi individu itu akan tersedia di 8 klinik Kimia Farma yang berada di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Bali. Total kapasitas vaksinasi di 8 klinik itu yakni sebanyak 1.700 peserta per hari.
Namun, rencana itu ditunda karena mendapat banyak penolakan dari banyak pihak. Salah satunya dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menilai kebijakan vaksin berbayar tersebut tidak etis di tengah darruat Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Vaksin Berbayar Ditunda, Anggota DPR: Inkonsisten, Batalkan Saja dan Beri Penjelasan
Selain itu, menurut Dicky Budiman pada 12 Juli 2021, program vaksinasi Covid-19 berbayar bertentangan dengan amanat undang-undang dan tidak memberikan kekuatan dalam keberhasilan program vaksin itu sendiri.
Vaksin berbayar juga menurut Dicky bisa menimbulkan masalah ketidaksetaraan dan diskriminasi pada masyarakat.
Bahkan KPK juga menilai adanya potensi penyelewangan atau fraud dalam pelaksanaan vaksinasi gotong royong.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO juga menyatakan setiap orang harus memiliki hak yang sama untuk bisa mengakses vaksin Covid-19.
"Pembayaran (dalam bentuk) apapun (untuk memperoleh vaksin) akan menimbulkan problem akses dan etika selama pandemi. Padahal di saat yang sama kita membutuhkan cakupan vaksinasi yang luas yang bisa menjangkau semua pihak yang rentan," kata Lindstrand seperti dikutip dari situs resmi WHO, Kamis (15/7/2021).
Dibatalkan Presiden Joko Widodo
Pemerintah memutuskan membatalkan rencana vaksinasi gotong royong individu berbayar. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, keputusan pembatalan program vaksinasi Covid-19 berbayar merupakan arahan langsung dari Presiden Joko Widodo.
"Setelah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat, Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semuanya dibatalkan dan dicabut," ujarnya dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (16/7/2021).
Baca juga: 500 Hari Pandemi, Kontroversi Vaksinasi Gotong Royong hingga Vaksin Berbayar Individu
Dengan demikian, Pramono memastikan, vaksinasi akan tetap digratiskan bagi seluruh masyarakat. Mekanisme vaksinasi gotong royong pun akan dilakukan seperti sedia kala.
Di mana perusahaan bakal menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawannya.
Sementara, karyawan perusahaan tak perlu membayar biaya vaksinasi alias gratis.
"Sehingga, dengan demikian mekanisme untuk seluruh vaksin, baik itu yang gotong royong maupun yang sekarang mekanisme sudah berjalan digratiskan oleh pemerintah," kata Pramono.
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengapresiasi keputusan pemerintah tersebut. Menurutnya, sudah seharusnya memang pemerintah menggratiskan vaksinasi di tengah situasi pandemi seperti saat ini.
"Sangat menggembirakan dan juga itu yang memang seharusnya dilakukan oleh pemerintah," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/8/2021).
Baca juga: Pengamat: Aturan Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Aktivitas Publik Harus Detail
Dicky menyebut bahwa tidak ada argumentasi ilmiah yang kuat tentang vaksinasi berbayar bahkan cenderung kontraproduktif atau menjadi negatif dampaknya.
Ia juga menyarankan pemerintah melakukan perbaikan sistem vaksinasi saat ini dengan fokus berbasis public health bertahap dan dilakukan secara merata di seluruh daerah.
"Ini yang harus sekarang kita kejar," kata Dicky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.