Selanjutnya, pada 27 Juni 2021, Kementerian Kesehatan menggelar rapat internal Kemenkes dan menyiapkan draf Peraturan Menkes (permenkes) tentang Perubahan Kedua Permenkes Nomor 10 Tahun 2021.
Budi mengatakan, hasil rapat tersebut pun dibawa ke dalam rapat terbatas (ratas) kabinet pada 28 Juni 2021 untuk kembali dibahas. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang sekaligus sebagai Ketua KPC-PEN, memberi masukan.
Pada 29 Juni 2021, digelar rapat harmonisasi melibatkan kementerian/lembaga terkait antara lain Kemenko Perekonomian, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, KPK, BPOM, dan BPJS Kesehatan.
Hasil rapat itu sepakat melakukan harmonisasi aturan lama mengenai vaksinasi gotong royong dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021.
Draf permenkes tersebut pun ditandatangani pada 5 Juli 2021 dan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapat pengundangan.
Baca juga: Vaksin Berbayar dan Komersialisasi Pandemi
Keputusan tersebut kemudian diumumkan kepada publik, rencananya pemerintah melalui Kimia Farma akan menerapkan vaksinasi Covid-19 berbayar yang akan berlaku pada 12 Juli 2021.
Pada tahap awal, layanan vaksinasi individu itu akan tersedia di 8 klinik Kimia Farma yang berada di kota Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, dan Bali. Total kapasitas vaksinasi di 8 klinik itu yakni sebanyak 1.700 peserta per hari.
Namun, rencana itu ditunda karena mendapat banyak penolakan dari banyak pihak. Salah satunya dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menilai kebijakan vaksin berbayar tersebut tidak etis di tengah darruat Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Vaksin Berbayar Ditunda, Anggota DPR: Inkonsisten, Batalkan Saja dan Beri Penjelasan
Selain itu, menurut Dicky Budiman pada 12 Juli 2021, program vaksinasi Covid-19 berbayar bertentangan dengan amanat undang-undang dan tidak memberikan kekuatan dalam keberhasilan program vaksin itu sendiri.
Vaksin berbayar juga menurut Dicky bisa menimbulkan masalah ketidaksetaraan dan diskriminasi pada masyarakat.
Bahkan KPK juga menilai adanya potensi penyelewangan atau fraud dalam pelaksanaan vaksinasi gotong royong.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO juga menyatakan setiap orang harus memiliki hak yang sama untuk bisa mengakses vaksin Covid-19.
"Pembayaran (dalam bentuk) apapun (untuk memperoleh vaksin) akan menimbulkan problem akses dan etika selama pandemi. Padahal di saat yang sama kita membutuhkan cakupan vaksinasi yang luas yang bisa menjangkau semua pihak yang rentan," kata Lindstrand seperti dikutip dari situs resmi WHO, Kamis (15/7/2021).