Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Memaknai Corona ala Madura

Kompas.com - 06/08/2021, 10:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WALAU pandemi Corona telah menyebar dengan masif di semua belahan dunia, mulai dari Wuhan, China hingga Budapest di Hongaria, mulai dari Sabang hingga Merauke, ternyata Corona tidak hinggap di Pulau Madura, Jawa Timur.

Corona memang “tidak ada” di Madura karena masyarakat di pulau tersebut menyebut Corona dengan nama lain: “penyakit zaman sekarang”.

Walau terkesan “berdamai” dengan Corona, inilah cara warga Madura memaknai penyakit zaman sekarang yang bernama Covid-19.

Masih dari cerita yang viral soal “penyakit zaman sekarang” ini, warga juga tidak lagi mengumumkan berita kematian warga karena Covid. Sekali lagi, inilah cara kekhasan Madura menghadapi pandemi Covid.

Tentu ada yang masih ingat ketika mendiang Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah berkisah soal jawaban warga Madura ketika ditanya siapa presiden Indonesia sekarang?

Warga Madura selalu menjawab Sukarno, padahal ketika itu Soeharto masih kuat-kuatnya memegang kekuasaan selama puluhah tahun.

“Presidennya masih Sukarno, kalau Soeharto itu pelanjutnya tak’iye,” ucap warga Madura menjawab pertanyaan Gus Dur.

Data Satgas Covid-19 Jawa Timur hingga akhir Juni 2021 menunjukkan, Kabupaten Bangkalan di Madura menjadi wilayah dengan kasus aktif Covid terbanyak di Jawa Timur.

Antara tanggal 6 hingga 20 Juni 2021, ada penambahan 1.104 kasus, dengan angka kematian mencapai 107 jiwa sementara yang sembuh hanya 163 orang (Detik.com, 21 Juni 2021).

Jawa Timur selalu masuk dalam 3 besar provinsi penyumbang angka kasus harian tertinggi. Demikian juga halnya dalam angka kematian harian, Jawa Timur selalu masuk dalam 4 besar.

Survei yang pernah digelar SMRC periode 28 Februari – 8 Maret 2021 menyebutkan, Jawa Timur menjadi provinsi kedua terbesar setelah Jakarta yang warganya menolak untuk divaksinasi.

Jika ditilik dari segi etnisitas, warga Madura menjadi suku terbesar yang menolak mengikuti program vaksinasi diikuti suku Minang.

Jika preferensi agama yang digunakan, Islam menjadi penolak terbesar, dan jika acuan gender yang dipakai maka pria lebih mendominasi penolakan vaksin ketimbang perempuan (Tempo.co, 31 Juli 2021).

Berkhidmat dari Program KB ala Soeharto

Meski angka penolakan di Madura dan Jawa Timur pada umumnya tinggi, namun program vaksinasi adalah keniscayaan menghadapi pandemi ini. Tidak bisa tidak, mau tidak mau, program ini harus berhasil tanpa hambatan untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity. Presiden Jokowi telah mencanangkan, vaksinasi harus menjangkau 208.265.720 jiwa.

Program Keluarga Berencana (KB) dengan jargonnya yang terkenal “dua anak cukup, laki perempuan sama saja seharusnya menjadi “kredo” bagi perencanaan program vaksinasi di tanah air, tidak saja di Madura dan Jawa Timur.

Harus diakui, pelaksanaan program vaksinasi tidak memiliki kematangan dalam perencanaan pendekatan komunikasi berbasis budaya.

Ada 3 tiang utama yang harus “digugu” dan “ditiru” dalam hal pendekatan komunikasi berbasis budaya bagi warga Madura.

Warga Madura tidak saja menghuni Pulau Madura, tetapi tersebar di semua simpul daerah di pantai utara Jawa mulai dari Banyuwangi, Jember, Lumajang, Situbondo, Probolinggo, Bondowoso, Lamongan, Tuban, hingga Gresik.

Belum lagi warga Madura yang menetap di daerah-daerah lain seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi.

Pentingnya pemahaman komunikasi antar budaya diuraikan Stewart L. Tubis sebagai komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya.

Pernyataan ini beranggapan bahwa perbedaan cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Rich (1974) menyimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi ketika orang-orang yang berbeda kebudayaan dipertemukan.

Sehingga, dapat ditarik kesimpulan, bahwa komunikasi antar budaya ini merupakan komunikasi yang terjadi ketika kedua orang atau lebih sedang melakukan proses berkomunikasi, untuk mencapai pemahaman, maupun pengertian yang terjadi di antara khalayak yang berbeda kebudayaan.

Oleh karena itu, kegiatan inilah yang membawa keselarasan dalam berkomunikasi.

Kita sering melalaikan perbedaan dan keragaman budaya dalam komunikasi. Komunikasi birokrasi yang kerap dibangun aparat pemerintah bersifat top down, instruksional dan terpola baku.

Padahal, di setiap daerah termasuk di Madura dan Jawa Timur pada umumnya memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Butuh pendekatan yang berbeda dengan di daerah lain.

Trio panutan bagi warga Madura

Ada tiga panutan yang akan diikuti dan dipercaya omongan dan nasihatnya oleh warga Madura. Pertama, pertama kyai atau ulama atau tokoh masyarakat. Kedua, orang tua. Ketiga, paling buncit, adalah pemerintah.

Kampanye Program KB di masa Soeharto sukses di Jawa Timur dan Madura karena berhasil “menangkap” opinion-opinion leader seperti kyai, ulama dan tokoh masyarakat sehingga memudahkan rezim Soeharto menggencarkan program KB.

Dogma “banyak anak banyak rezeki” serta “anak berapa pun yang diberi adalah rezeki dan karunia dari Tuhan” berhasil diubah menjadi pemahaman keluarga bahagia dengan dua anak.

Keluarga ideal adalah catur warga, keluarga kecil dengan ayah, ibu dan dua anak terus dicekokkan dalam benak masyarakat.

Jika kyai sebuah pesantren besar bertitah "Sami'na Wa Atho'na” maka warga pondok termasuk keluarga yang mondok serta warga sekitar akan manut kepada kyai.

Efek komunikasi yang disampaikan opinion leader seperti ini jauh lebih berdampak luas ketimbang imbauan juru bicara Satgas Covid yang cantik rupawan sekalipun.

Jika pengaruh seorang kyai bisa “ditangkap” ibaratnya buy 1 get 3 atau bisa bekerjasama dengan seorang kyai maka akan didapat 3 manfaat sekaligus. Yakni: santri, keluarga santri serta lingkungan keluarga santri yang terpengaruh oleh pesan-pesan kemanfaatan vaksin.

Kekurangberhasilan program vaksinasi juga menjadi indikasi lemahnya sinergi antara berbagai kementerian seperti kementerian agama, kementerian komunikasi dan informasi serta kementerian kesehatan.

Padahal, untuk menyukseskan program vaksinasi di masyarakat Madura dan Jawa Timur, tidak perlu seperti cara politisi yang rajin memasang baliho raksasa tetapi cukup mengambil “hati” para ulama dan tokoh masyarakat.

Jaringan pondok pesantren besar di Jawa Timur kurang mendapat pendekatan komunikasi berbasis budaya dari aparat pemerintah. Cukup mudah sebetulnya untuk merangkul para tokoh agama. Jaringan pondok pesantren besar di Jawa Timur sangat bisa dipetakan:

  • Banyuwangi (Al Anwari, Rahmatullah, Darussalam dan Al Azhar)
  • Situbondo (Salafiyah Sya’fiyah Sukorejo, Walisongo, Nurul Huda, dan Jami’yah Tahfidz Quran)
  • Lumajang (Khomsani Nur, Miftahul Midad, Kyai Sarifudin, Al Fauzan Labruk Lor, dan Darun Najah)
  • Jember (Assuniiyah Diponegoro, Bustanul Ulum Mlokorejo, Nurul Islam Tawangmangu, Al-Wafa Tempurejo, Baitul Arqom Balung dan Ibu Kasir)
  • Bondowoso (Al Islah Grujugan, Darul Istiqomah Maesan, Manbaul Ulum Wonosari, Al Irsyad, Darul Falah dan Nurut Taqwa Cermee)
  • Lamongan (Al Hikam, Al Mizan, Sunan Drajat, Al Islah, dan Al Fatimiyah)
  • Gresik (Al Furqon, Maskumambang, Elkadi, Darul Atsar, Mambaus Sholihin Suci, Darut Taqwa, dan Qomaruddin Bungah)
  • Madura (Darul Ulum Banyuanyar, Al Amien Prenduan, As Shomadiyah Bangkalan, dan An Nuqayyah Guluk-Guluk)
  • Pasuruan (Sidogiri)

Dalam sejarah kepartaian di era Soeharto, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) begitu sulit ditaklukkan pemerintah Orde Baru di Jawa Timur karena ada seorang kyai khost yang tidak bisa “dikuningisasi” oleh Golkar.

Mendiang KH Alawy Muhammad sangat sentral pengaruhnya bagi warga Madura. Begitu pengasuh Pondok Pesantren Attaroqi, Karongan, Sampang ini berujar coblos hijau maka ribuan orang Madura di mana pun berada akan pilih PPP.

Aksi nekat penerobosan penyekatan aparat keamanan di Jembatan Suramadu bagi warga Madura yang akan berpergian ke arah Surabaya ketika pandemi gelombang dua menyeruak (Kompas.com, 18/06/2021) menjadi bukti kurang berhasilnya program sosialisasi mengenai bahaya penularan Covid.

Kegagalan komunikasi

Bagi kalangan muda Madura, terpaan informasi sesat dari media sosial juga sangat besar mempengaruhi preferensi untuk tidak mengikuti program vaksinasi.

Bagi kalangan milenial Madura, sharing informasi tanpa saring dari konten media sosial ikut mempengaruhi pola pandang kalangan tua terhadap Covid dan vaksinasi.

Kegagalan Kementerian Komunikasi dan Informasi adalah membangun narasi-narasi berbasis local wisdom dan tidak melibatkan akademisi dari Madura atau yang mengerti tentang Madura.

Ketika masyarakat kesulitan mencari obat dan vitamin yang bisa meningkatkan imun tubuh, kampanye pemerintah tentang pemanfaatan minuman rempah atau jamu tradisional hampir tidak ada.

Padahal dari warisan peninggalan Madura dikenal jamu Sondhep dan Salekarang yang bisa meningkatkan stamina tubuh.

Kedua jamu yang berisikan jahe, kencur, bawang, temulawak, meniran, kunyit, pare, dan kedawung memiliki khasiat antiseptik, mencegah infeksi virus, menurunkan kadar gula dan manfaat kesehatan lain berdasar uji laboratorium (Kompas.com, 9 Juli 2021).

Melestarikan tradisi minum jamu Sondep dan Salekarang selain mengangkat kearifan lokal juga menautkan antara kesehatan dengan aspek budaya. Ini kurang tergarap dari Madura dan Jawa Timur serta daerah-darerah lain.

Pelibatan akademisi sosial seperti sosiolog, antropolog, ahli hukum adat, komunikasi, psikologi perlu melengkapi Satgas Covid agar pola pandang kesehatan dan epidemologi menjadi sinkron.

Kesuksesan program vaksinasi adalah tugas kita bersama. Pemahaman tentang komunikasi budaya harus dijadikan titik tolak pelaksanaan program vaksinasi yang memiliki resistensi yang tinggi.

Data Badan Pusat Statistik Jawa Timur 2021 menyebutkan, jumlah penduduk mencapai 40,67 juta jiwa pada 2020 atau mencakup hampir 15 persen populasi penduduk Indonesia.

Jika Jawa Timur berhasil “dikuasai” dalam pemahaman pentingnya program vaksinasi, ibaratnya penyerangan yang dilakukan tentara Amerika Serikat ke jatung pertahanan Jepang sudah menapak di Iwojima.

Belajar dari pengalaman Jenderal Mac Arthur di Perang Dunia II, strategi lompat katak untuk mengelabui strategi militer Jepang dengan memperhitungkan aspek geografis ternyata berperan penting dalam kemenangan tentara Amerika Serikat di palagan perang dunia.

Jika angka-angka kasus positif dan kematian karena Covid Jawa Timur berhasil melandai dan turun hingga minimal maka kita semakin optimistis mengalahkan Covid di tanah air.

Menghadapi perang melawan virus Covid yang cerdik, penakluk tidak boleh kalah cerdik. Kita menghadapi perang yang jauh lebih dahsyat dari sejarah peperangan di usia peradaban manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com