Feri pun menjelaskan bahwa dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI diatur bahwa salah satu fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman adalah meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan.
Dalam menyelenggarakan fungsi, tugas dan kewenangannya itu, kata dia, berdasarkan Pasal 12 UU ORI tersebut, Ombudsman dibantu asisten.
"Apakah boleh dilakukan pimpinan ORI, ya boleh, karena itu kewenangan mereka, asisten hanya melakukan dalam rangka membantu tugas dan kewenangan pimpinan ORI," ujar Feri.
Baca juga: Mengaku Tak Tahu Konsekuensi Tolak LAHP, KPK: Tanyakan ke Ombudsman
Oleh karena itu, Feri menyebut, klarifikasi yang seharunya dilakukan oleh Keasistenan Bidang Pemeriksaan berdasarkan Pasal 15 Peraturan ORI yang dikutip wakil ketua Nurul Ghufron merupakan bentuk mencari-cari alasan.
"Bahwa yang berwenang sesungguhnya ya Ombudsman, dalam hal ini pimpinan ORI yang didelegasikan kepada asisten," kata Feri.
Ombudsman RI sebelumnya juga menyatakan ada malaadministrasi dalam pelaksanaan rapat harmonisasi TWK yang dihadiri pimpinan Kementerian/Lembaga yang seharusnya dipimpin oleh Dirjen.
Menurut Ombudsman, penyalahgunaan wewenang terjadi dalam penandatangan Berita Acara Pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir pada rapat harmonisasi sebelumnya.
Baca juga: Ombudsman RI Surati KPK, Tanyakan Tindak Lanjut Temuan Malaadministrasi Penyelenggaraan TWK
Namun, hal itu dibantah Nurul Ghufron.
"Ombudsman tidak memahami Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Administasi Pemerintahan," kata Ghufron.
"Bahwa delegator itu, yang memberi delegasi, saya memberikan delegasi kepada Biro, sewaktu-waktu ketika saya hadir sendiri, itu tidak masalah secara hukum, tidak merupakan kesalahan," ucap Ghufron.
Baca juga: KPK Tuding Ombudsman RI Tak Pahami UU Adminisrasi Pemerintahan