JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah memproses pemberhentian tidak dengan hormat terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pinangki merupakan terpidana kasus suap terkait pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra. Saat terlibat dalam perkara itu, Pinangki menjabat sebagai Kepala Subbagian Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
"Dalam waktu dekat akan dikeluarkan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS kepada yang bersangkutan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangannya, Kamis (5/8/2021).
Baca juga: MAKI Desak Kejaksaan Agung Segera Pecat Pinangki
Leonard mengungkapkan, Pinangki diberhentikan sementara dari jabatatannya sejak 12 Agustus 2020. Ia pun membantah selama ini Pinangki masih tetap menerima gaji.
Menurutnya, Pinangki sudah tidak menerima gaji sejak September 2020.
"Sedangkan tunjangan kinerja dan uang makan juga sudah tidak diterima lagi oleh yang bersangkutan sejak Agustus 2020," tuturnya.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak Kejaksaan Agung segera memberhentikan secara tidak hormat terhadap Pinangki.
Sebab, putusan atas Pinangki sudah berkekuatan hukum tetap dan telah dieksekusi ke Lapas Kelas IIA Tangerang, Banten.
"Saya berharap dengan inkrahnya kasus Pinangki dan sudah dilakukan eksekusi, otomatis ini harus segera dilakukan pemberhentian tidak hormat terhadap jaksa Pinangki," ujar Boyamin, saat dihubungi.
Baca juga: Pinangki Akhirnya Dikirim ke Penjara Setelah Ketahuan Sebulan Tak Dieksekusi
Menurut Boyamin, Kejagung hanya perlu berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk memproses pemecatan Pinangki.
Ia pun menyinggung soal masih diberikannya gaji untuk Pinangki meski hanya 50 persen.
"Jangan sampai uang negara malah untuk memberikan gaji kepada orang yang sudah dieksekusi, apalagi kasusnya korupsi," ujarnya.
Dia mengatakan, jika Kejagung terus mengulur-ulur waktu, dugaan adanya keistimewaan terhadap Pinangki bisa jadi benar. Selain itu, Kejagung patut diduga melanggar aturan.
Terkait gaji Pinangki, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung sebelumnya, Hari Setiyono, mengatakan Pinangki menerima 50 persen gaji setelah diberhentikan sementara.
Pemecatan dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Apabila ada masalah hukum maka diberhentikan sementara dari jabatan pegawai negeri sipil, gajinya tinggal 50 persen," kata Hari, 19 Agustus 2020.
Baca juga: Penundaan Eksekusi Dinilai Tak Wajar, Pinangki Diistimewakan Kejaksaan?
Pinangki terbukti melakukan tiga tindak pidana sekaligus. Pertama, menerima suap sebesar Rp 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Kedua, melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dolar AS atau senilai Rp 5,25 miliar.
Ketiga, melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking untuk menjanjikan 10 juta dolar AS pada Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
Pada tahap penuntutan, jaksa menuntut Pinangki dengan pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 500 juta.
Namun, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Setelah itu Pinangki mengajukan banding. Pada pertengahan Juni 2021, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding Pinangki.
Majelis hakim memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. Jaksa tidak mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.