Hal serupa juga banyak terjadi kabupaten/kota lain. Lonjakan kematian di desa-desa yang mencapai 10 kali lipat dari rata-rata juga tidak tergambar dalam data resmi karena mayoritas yang meninggal tidak didata sebagai korban, bahkan tidak dikuburkan dengan protokol Covid-19.
Misalnya, di Desa Burujul Wetan, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dari 50 orang yang meninggal pada Juli 2021, namun hanya 5 orang yang dikubur dengan protokol Covid-19.
Dalam panduan WHO disebut bahwa korban Covid-19 adalah mereka yang meninggal dengan gejala klinis Covid-19, baik yang sudah terkonfirmasi melalui tes ataupun tidak, dengan pengecualian bagi mereka yang jelas meninggalnya karena penyebab lain, misalnya karena kecelakaan.
Baca juga: UPDATE: Kasus Covid-19 Bertambah 35.867 Orang, Angka Kematian Lewati 100.000
Menurut epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman dalam Kompas.id, sejumlah negara seperti Jepang, China, Ameriksa Serikat, dan negara-negara Eropa serta Amerika Selatan telah menyesuaikan definisi WHO ini sehingga kemudian ada penambahan angka kematiannya.
Namun, di Indonesia, justru seperti ada upaya mengecilkan angka kematian dengan mengutak-atik definisinya, di antaranya dengan mengeluarkan mereka yang punya penyakit bawaan dari data kematian Covid-19.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama, juga mengaku heran dengan belum diadopsinya definisi kematian terkait Covid-19 di Indonesia.
”Ini sudah lama dibahas di bawah. Namun, rupanya di atas pendapatnya berbeda,” kata Tjandra.