Seorang pejabat yang tak patuh hukum itu, kata Robert, melanggar sumpah jabatan dan berimplikasi hukum. Menurut UU ORI, pejabat bisa terkena sanksi administratif.
"Namun, kami belum sampai ke tahap (pengenaan sanksi) tersebut. Hari ini, kami berada di saran perbaikan dan tindakan korektif untuk dipatuhi. Fokus kami adalah pada dijalankannya tindakan korektif, bukan soal sanksi," kata Robert.
Baca juga: Begini Tanggapan Dewas KPK tentang Temuan Ombudsman Terkait TWK KPK
Terkait rencana pengiriman argumentasi hukum oleh terlapor kepada ORI, Robert menilai langkah itu sebagai bentuk komunikasi antarlembaga.
Sebab, pada prinsipnya, masukan ORI itu langsung ditindaklanjuti, bukan malah dibalas dengan produk dokumen yang setara.
"Enggak ada balas-membalas bahan. LHAP tak mungkin dibalas LHAP atau apa pun itu dari mereka. Namun, saya anggap itu bagian dari komunikasi antar-lembaga saja, bukan produk formal dari mereka. Sebab, produk Ombudsman tidak bisa dijawab dengan produk dokumen setara, tetapi dijalankan," ucapnya.
Sebelumnya, ORI menyurati KPK untuk menanyakan sejauh mana KPK merespons laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) ORI terkait TWK pegawai KPK. Selain kepada KPK, ORI juga mengirimkan surat ke BKN untuk menanyakan hal serupa.
Baca juga: Dugaan Pelanggaran Etik dalam Proses TWK Tak Cukup Bukti, KPK: Dewas Sudah Periksa 42 Bukti
Sebagaimana diketahui, KPK dan BKN selaku terlapor memiliki waktu 30 hari untuk menjalankan tindakan korektif ORI, salah satunya agar 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK tetap dialihkan statusnya menjadi ASN. Adapun ORI mengirimkan hasil temuan ke terlapor pada 19 Juli 2021.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang ORI, jika tindakan korektif tidak dilaksanakan, ORI akan segera mengeluarkan rekomendasi.
Rekomendasi ini berisi putusan kesalahan dan sanksi administratif yang direkomendasikan ke atasan terlapor, yakni Presiden. Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam rumpun kekuasaan eksekutif, serta dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.