JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) menggelar wawancara terbuka seleksi calon hakim agung tahun 2021 pada Rabu (4/8/2021).
Saat itu KY mewawancarai lima orang calon hakim agung yang mendaftar untuk kamar pidana yakni Adly, Catur Iriantoro, Soeharto, Subiharta dan Prim Haryadi.
Adapun tahapan wawancara terbuka diselenggarakan mulai Selasa (3/8/2021) hingga Sabtu (7/8/2021).
Berikut rangkuman pernyataan menarik dari para calon hakim agung dan panelis dalam wawancara terbuka Rabu kemarin:
1. OTT berdampak pada investasi
Calon hakim agung kamar pidana Adly berpendapat, mengurangi operasi tangkap tangan (OTT) yang dibarengi pencegahan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat meningkatkan indeks persepsi korupsi Indonesia tetapi tetap memperhatikan ease of doing business (EODB) atau indeks kemudahan berbisnis.
Saat itu, Adly menjawab pertanyaan dari panelis wawancara terbuka calon hakim agung tahun 2021 sekaligus anggota KY Amzulian Rifai.
"Presiden Jokowi itu sangat Jokowi ease of doing business, bagaimana saudara mengaitkan tindak pidana korupsi dengan ease of doing business yang ditargetkan oleh Presiden Jokowi?" kata Amzulian.
Baca juga: 5 Calon Hakim Agung Diwawancara Hari Ini, Salah Satunya Hakim yang Pernah Disebut Pembangkang
Atas pertanyaan itu, Adly menilai, terlalu banyak OTT, terutama pada kepala daerah akan berdampak ke investasi yang datang ke Indonesia.
2. Hukuman minimal bagi koruptor
Selain itu, Adly juga menawarkan konsep pemberian hukuman minimal bagi terpidana korupsi yang mengembalikan kerugian negara secara utuh.
Dengan konsep tersebut, ia berharap, kerugian negara yang ditimbulkan dalam sebuah perkara korupsi dapat kembali seutuhnya ke kas negara.
"Mereka bisa dikasihkan hukuman minimal kalau mereka sudah mengembalikan uang ini ke negara secara maksimal. Ini yang saya berharap," kata Adly.
Ia mengaku, salah satu alasan dirinya mengikuti seleksi calon hakim agung lantaran menyayangkan masih banyaknya kerugian negara dalam perkara rasuah yang tidak kembali ke negara.
Baca juga: Calon Hakim Agung Ini Nilai Terlalu Banyak OTT KPK Akan Berdampak ke Investasi
Bahkan, ia menyebut, ada perkara korupsi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, namun terpidana dalam kasus itu tidak mengembalikan kerugian negara ke negara.
Mereka justru lebih memilih hukuman kurungan badan atau pidana sebagai ganti untuk mengembalikan kerugian keuangan negara.
"Hal urgent yang paling saya sayangkan adalah uang negaranya tidak kembali," ucapnya dia.
"Untuk itu saya sangat berharap ketika kalau saya diberi kesempatan menjadi hakim agung ini harus dibenahi bagaimana uang negara ini kembali ke negara," imbuh dia.
Adapun Adly merupakan Hakim Ad Hoc di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jambi sejak tahun 2011.
Baca juga: Calon Hakim Agung Ini Anggap Banyaknya Pejabat yang Terjaring OTT KPK Bisa Berdampak Investasi
Ia memulai kariernya di tahun 1996 dengan menjadi wakil advokat di kantor pengacara MHD Haris & Associates.
Kemudian, ia mendirikan kantor advokat secara mandiri bernama Adly Thaher & Friends pada tahun 2004.
3. Pendalaman masalah independensi
Sementara itu, panelis wawancara terbuka seleksi calon hakim agung sekaligus ahli hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mendalami soal independensi hakim pada yakni Adly.
"Memastikan dunia para kehakiman itu memang terpisah dari dunia politik, eksekutif, legislatif dari dunia bisnis dan ekonomi, coba bagaimana?," tanya Jimly.