Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Firli Didesak Segera Laksanakan Tindakan Korektif atas Malaadministrasi TWK

Kompas.com - 04/08/2021, 16:42 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) meminta Ketua KPK Firli Bahuri taat hukum dan tindakan korektif dari Ombudsman RI.

Sebelumnya, Ombudsman menemukan tindakan malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK sebagai mekanisme alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Temuan dan tindakan korektif Ombudsman telah disampaikan. Hasil dari Ombudsman ini berlaku menjadi hukum wajib dilaksanakan tanpa syarat apa pun," kata perwakilan pegawai, Hotman Tambunan, dalam keterangan tertulis, Rabu (4/8/2021).

Baca juga: Ombudsman RI Surati KPK, Tanyakan Tindak Lanjut Temuan Malaadministrasi Penyelenggaraan TWK

Menurut Hotman, temuan Ombudsman merupakan putusan hukum dan proses pelaksanaannya tidak terpengaruh dengan putusan hukum lembaga lainnya.

Dengan demikian, apabila Mahkamah Agung menyatakan Peraturan KPK (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 sah, hasil pemeriksaan Ombudsman tetap berlaku dan harus dijalankan.

Saat ini, MA tengah menguji Perkom Nomor 1/2021 yang menjadi dasar pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN.

"Asumsikan Mahkamah Agung menyatakan bahwa Perkom 1/2021 sah, ini tidak akan membatalkan hasil pemeriksaan Ombudsman," ucapnya.

Baca juga: Menanti Tindakan Korektif Pimpinan KPK atas Malaadministrasi TWK

Selain itu, Hotman mengatakan, perwakilan 75 pegawai telah mencabut permohonan judicial review Pasal 69 B dan 69 C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 26 Juli 2021.

Kedua pasal itu mengatur kewajiban pegawai KPK untuk menjadi ASN. Sehingga, kata Hotman, Firli tak perlu menunggu putusan uji materil di MK.

Oleh sebab itu, Hotman meminta Firli segera melaksanakan tindakan korektif yang disampaikan oleh Ombudsman.

"Menghormati hukum berarti konsisten melaksanakan hukum yang berlaku. Jika berkilah dengan alasan menunggu putusan yang belum terbit dan entah kapan terbitnya, malah menunjukkan alasan saja untuk mengabaikan hukum," pungkas dia.

Baca juga: Soal Temuan Ombudman Terkait TWK, Ketua KPK: Kami Akan Ambil Sikap

Dalam konferensi pers, Senin (2/8/2021), Firli menyatakan akan segera memberi tanggapan atas hasil pemeriksaan Ombudsman terhadap pelaksanaan TWK.

Menurut Firli, KPK menunggu putusan MK terkait permohonan uji materil yang diajukan  beberapa pihak dan putusan uji materil di MA.

"Kita patuhi, karenanya kekuasaan kehakiman disebut bebas dan merdeka, kenapa? Karena hukum adalah yang tertinggi," kata Firli.

Adapun, Ombudsman memberikan empat catatan atau tindakan korektif terkait temuan malaadaministrasi.

Pertama, KPK memberikan penjelasan kepada pegawai KPK perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.

Kedua, pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.

Baca juga: Ombudsman: KPK Abaikan Pernyataan Presiden Jokowi soal TWK

 

Ketiga, hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat.

Keempat, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum 30 Oktober 2019.

KPK memiliki waktu 30 hari untuk melaksanakan tindakan korektif. Jika tidak, Ombudsman akan mengeluarkan rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden.

Malaadministrasi berlapis

Berbagai pihak mendesak KPK menindaklanjuti hasil temuan Ombudsman soal malaadministrasi berlapis dalam proses alih status kepegawaian.

Dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021) anggota Ombudsman, Robert Na Endi Jaweng, menyampaikan beberapa temuan, antara lain malaadministrasi yang dilakukan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena melakukan kontrak backdate.

Artinya, tanggal penandatanganan kontrak terkait pelaksanaan TWK ditulis mundur atau tidak sesuai. Nota kesepahaman ditandatangani 8 April 2021, sedangkan kontrak swakelola 20 April 2021.

Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukkan seolah dua surat tersebut telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya, yaitu 27 Januari 2021.

Sehingga, pelaksanaan TWK pada 9 Maret 2021 dilaksanakan tanpa adanya dua surat kontrak tersebut.

"Ini penyimpangan prosedur yang buat kami cukup serius, baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," ucap Endi.

Baca juga: Temuan Malaadministrasi TWK Pegawai KPK: Kontrak Backdate hingga Abaikan Presiden

 

Kemudian, keputusan KPK terkait penonaktifan 75 pegawai bertentangan dengan putusan MK.

Pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) itu tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.

SK tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.

Berdasarkan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), MK menyatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai.

Kemudian, MK mengatakan, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan.

Baca juga: Ombudsman: KPK Abaikan Pernyataan Presiden Jokowi soal TWK

Selain itu, Endi menuturkan, KPK juga telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pelaksanaan TWK.

Pada Senin (17/5/2021), Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK.

Kepala Negara juga meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

Kendati demikian, SK tersebut tidak juga dibatalkan. Bahkan KPK akan memberhentikan 51 pegawai karena tidak lolos TWK.

Sedangkan, 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi ASN.

Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi KPK dengan lima lembaga lain pada 25 Mei 2021.

Kelima lembaga itu yakni BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

"Bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kuasa eksekutif terhadap penyataan Presiden," kata Endi.

Baca juga: Ombudsman: SK Penonaktifan Pegawai KPK Bertentangan dengan Putusan MK

Bentuk malaadministrasi lainnya yakni terkait Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021.

Sebab, Endi menuturkan, dalam Perkom tersebut tidak tercantum konsekuensi yang mesti ditanggung pegawai yang tidak lolos TWK.

Padahal, peraturan itu menjadi salah satu dasar hukum pelaksanaan TWK. "Tidak diatur konsekuensi tersebut (TWK) dalam peraturan KPK," ucapnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com