JAKARTA, KOMPAS.com - Pengecatan pesawat kepresidenan Indonesia-1 yakni armada Boeing Business Jet (BBJ) 2 di tengah pandemi Covid-19 menjadi sorotan berbagai pihak.
Hal tersebut kali pertama diketahui lewat cuitan mantan anggota Ombudsman Republik Indonesia yang juga pengamat penerbangan, Alvin Lie, melalui akun Twitter-nya.
Alvin menyebut biaya pengecatan pesawat kepresidenan tersebut bisa mencapai Rp 1,4 miliar hingga Rp 2,1 miliar.
Baca juga: Pesawat Kepresidenan Dicat di Tengah Pandemi, Anggota DPR: Tidak Bijak, Mestinya Ditunda
Saat dihubungi Kompas.com, Alvin pun menyayangkan adanya perubahan warna pesawat kepresidenan di tengah pandemi Covid-19.
Menurut dia, pemerintah seharusnya lebih mementingkan kebutuhan penanganan pandemi daripada mengubah warna pesawat kepresidenan.
"Saat negara sedang hadapi pandemi dan krisis ekonomi, pemerintah seharusnya menunjukkan sense of crisis," kata Alvin kepada Kompas.com, Selasa (3/8/2021).
"Hal-hal yang bukan kebutuhan mendesak perlu ditangguhkan. Anggaran difokuskan pada penggulangan pandemi," ujar dia.
Pengecatan pesawat tersebut juga ditanggapi Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra.
Baca juga: Demokrat: Anggaran Terbatas tetapi Mengecat Pesawat Kepresidenan
Ia mempertanyakan prioritas pemerintah yang mengecat ulang pesawat kepresidenan Indonesia 1 atau pesawat BBJ 2 di tengah pandemi Covid-19.
"Apakah penting dan prioritas mengecat pesawat kepresidenan saat ini? Apakah kalau tidak dicat saat ini, membahayakan nyawa presiden saat memakai? Anggaran terbatas, tapi malah memilih mengecat pesawat presiden," kata Herzaky kepada wartawan, Selasa (3/8/2021).
Herzaky mengatakan, pemerintah semestinya memfokuskan anggaran yang tidak penting untuk menyelamatkan nyawa rakyat dari Covid-19.
Ia menyebut, anggaran miliaran Rupiah untuk mengecat pesawat semestinya dapat digunakan untuk menambah stok oksigen, vaksin gratis, maupun insentif bagi tenaga kesehatan.
Herzaky berpendapat, alasan pemerintah tetap melanjutkan pengecatan karena sudah dianggarkan sejak 2019 menunjukkan pemerintah tidak memiliki prioritas dan peta jalan yang jelas dalam penanganan Covid-19.
Baca juga: Istana Jelaskan Alasan Pesawat Kepresidenan Berganti Warna Cat Merah Putih
"Dengan dalih sudah dianggarkan, lalu seakan-akan semua dibenarkan. Padahal, pemerintah sudah punya power luar biasa dengan UU No.2 Tahun 2020 untuk realokasi anggaran ke penanganan pandemi covid-19," kata Herzaky.
Ia pun meminta agar pemerintah memiliki sensitivitas dan empati terhadap masyarakat yang kehilangan anggota keluarganya akibat Covid-19.
"Setop buat program yang tidak ada relevansinya dengan penanganan Covid-19, apalagi sampai terkesan ada yang mencari untung di tengah pandemi," ujar dia.
Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono pun membenarkan adanya pengecatan pesawat. Namun, hal itu sudah direncanakan sejak tahun 2019.
"Benar, pesawat kepresidenan Indonesia-1 atau pesawat BBJ 2 telah dilakukan pengecatan ulang," kata Heru melalui keterangan tertulis, Selasa (3/8/2021).
"Pengecatan pesawat BBJ 2 sudah direncanakan sejak tahun 2019, terkait dengan perayaan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 2020," tuturnya.
Heru menjelaskan bahwa proses pengecatan merupakan pekerjaan satu paket dengan Heli Super Puma dan Pesawat BAe-RJ 85.
Baca juga: Pengecatan Pesawat Kepresidenan Tuai Polemik, Berapa Anggaran yang Dikeluarkan?
Namun, pada tahun 2019 pesawat BBJ 2 belum memasuki jadwal perawatan rutin, sehingga dilakukan pengecatan Heli Super Puma dan pesawat RJ terlebih dahulu.
"Sebagai informasi, perawatan rutin memiliki interval waktu yang sudah ditetapkan dan harus dipatuhi, sehingga jadwal perawatan ini harus dilaksanakan tepat waktu," terang Heru.
Jadwal perawatan rutin pesawat BBJ 2, kata Heru, jatuh pada tahun 2021. Ini merupakan perawatan Check C sesuai rekomendasi pabrik. Oleh karenanya, tahun ini dilakukan perawatan sekaligus pengecatan bernuansa merah putih sesuai dengan rencana sebelumnya.
"Waktunya pun lebih efisien, karena dilakukan bersamaan dengan proses perawatan," kata dia.
Heru pun menepis anggapan yang menyebutkan bahwa pengecatan ini merupakan bentuk foya-foya keuangan negara.
Sebab, pengecatan pesawat telah direncanakan sejak tahun 2019. Alokasi untuk perawatan dan pengecatan pun sudah dialokasikan dalam APBN.
Baca juga: Soal Pengecatan Pesawat Kepresidenan, Istana: Usianya Sudah 7 Tahun, Harus Dapat Perawatan Besar
Sementara, sebagai upaya pendanaan penanganan Covid-19, Kementerian Sekretariat Negara telah melalukan refocusing anggaran pada APBN 2020 dan APBN 2021, sesuai dengan alokasi yang ditetapkan Menteri Keuangan.
"Dapat pula kami tambahkan, bahwa proses perawatan dan pengecatan dilakukan di dalam negeri, sehingga secara tidak langsung, mendukung industri penerbangan dalam negeri, yang terdampak pandemi," kata Heru.
Adapun pengadaan pesawat tersebut dilakukan di era Presiden kelima RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014 menjelang berakhirnya pemerintahannya bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Ketika pertama kali digunakan, pesawat Kepresidenan 1 dicat berwarna biru muda pada punggung dan berwarna putih pada bagian lambung pesawat. Selain itu, terdapat tulisan "Republik Indonesia" dan logo Garuda terpasang di bagian depan pesawat.
Pesawat kepresidenan tersebut dirancang dengan kelengkapan 4 VVIP class meeting room, 2 VVIP class state room, 12 executive area, dan 44 staff area. Interior pesawat didesain agar dapat mengakomodasi hingga 67 orang penumpang. Jumlah itu disebut cukup untuk sebuah rombongan presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.