Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istilah Berubah-ubah, Penanganan Pandemi Dinilai Membingungkan dan Tanpa Arah

Kompas.com - 04/08/2021, 12:31 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menilai, perubahan istilah kebijakan penanganan pandemi justru membuat bingung masyarakat.

Hal itu ia sampaikan dalam menanggapi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku tidak mudah menjelaskan tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berlevel ke masyarakat.

Menurut Sukamta, perubahan istilah dan kesulitan pemerintah menjelaskan kepada masyarakat justru menunjukkan kebijakan penanganan pandemi membingungkan dan tanpa arah.

"Mungkin hanya di Indonesia sering berganti istilah. Beberapa ahli khawatir Indonesia bisa masuk dalam jebakan pandemi, karena sejak awal kebijakan pemerintah membingungkan dan tanpa arah yang jelas, terlihat dari berganti istilah," kata Sukamta dalam keterangannya, Rabu (4/8/2021).

Baca juga: Tak Ada Lagi Kata Darurat, Pemerintah Kini Pakai Istilah PPKM Level 4

Diketahui pemerintah sempat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan mewacanakan new normal.

Kemudian kebijakan penanganan pandemi berubah menjadi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), PPKM skala mikro, PPKM darurat, dan PPKM berlevel.

Sukamta menduga, sejak awal pandemi pemerintah kebingungan karena kebijakan penanganan tidak mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Ia menjelaskan, UU tersebut mengatur dua pendekatan besar dalam pengendalian wabah, yakni karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar.

"Ini kesannya pemerintah mengubah istilah yang sekarang ini disebut PPKM berlevel karena ingin menghindari kebijakan karantina yang diatur di UU," ujarnya.

Sukamta menduga, pemerintah tidak ingin dibebani dengan tanggungan kompensasi kepada masyarakat jika kebijakan karantina wilayah diterapkan.

Di sisi lain, ia menilai pemerintah selalu bimbang, mendahulukan kepentingan ekonomi atau kesehatan dalam penanganan pandemi.

Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan, selama masa karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan ternak di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Akhirnya, banyak RS yang kolaps, kematian jumlahnya masih tinggi, dan ekonomi jeblok lagi," ucapnya.

Baca juga: Mendagri Tito Minta Gubernur Papua Pakai Istilah PPKM, Bukan Lockdown

Sukamta berharap, pemerintah menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai panduan.

Menurutnya, kepatuhan pada UU yang dibuat pada masa longgar, hasilnya akan lebih baik daripada keputusan sesaat pada kondisi buruk.

"Kita tentu tidak ingin semakin banyak rakyat yang menjadi korban pandemi. Pemerintah jangan lagi membuat istilah dan kebijakan yang membingungkan, yang bisa mengarah terjadinya jebakan pandemi," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara soal berubah-ubahnya istilah PPKM sebagai kebijakan pembatasan di masa pandemi.

Bendahara Negara itu mengakui, PPKM yang terdiri dari beberapa level tersebut sebetulnya ditentukan oleh beragam data teknikal.

Namun, kata dia, menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat adalah hal yang tidak mudah.

"Seperti yang diumumkan mengenai PPKM yang dibagi menjadi 4 level. Menjelaskan 4 level (PPKM) ke masyarakat saja sesuatu yang teknikal dan tidak mudah," kata Sri Mulyani dalam Webinar Keterbukaan Informasi Publik di Jakarta, Selasa (3/8/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com