Kemudian, calon hakim agung, Aviantara, dicecar pertanyaan mengenai pemotongan hukuman terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra serta jaksa Pinangki Sirna Malasari saat mengikuti seleksi terbuka calon hakim agung.
Pertanyaan itu diajukan oleh Wakil Ketua Komisi Yudisial M Taufiq HZ saat ingin menggali motivasi dan latar belakang Aviantara mengikuti seleksi tersebut.
"Saya lebih condong menekankan pada memberikan pelayanan yang berkeadilan pada pencari keadilan," jawab Aviantara dalam wawancara terbuka, Selasa (3/8/2021).
Baca juga: Dicecar soal Sunat Vonis Pinangki dan Djoko Tjandra, Ini Jawaban Calon Hakim Agung Aviantara
Taufiq pun menyinggung fungsi hakim saat ini yang kerap disebut sebagai tukang sunat perkara di sejumlah media.
Menanggapi hal itu, Aviantara mengatakan bahwa secara kode etik, para hakim tidak boleh memberikan komentar atau melakukan intervensi pada perkara yang sedang ditangani hakim lain.
Namun, Aviantara menyebut bahwa dirinya ingin menjadi contoh untuk para hakim yang lain bahwa dalam menangani perkara hanya berpedoman pada hukum.
"Kita tunjukkan, kita yang jadi contoh bahwa kita melakukan suatu pemeriksaan di persidangan itu murni bahwa ini adalah hukum. Tidak ada pengaruh dari pihak-pihak yang lain," ujar Aviantara.
Baca juga: Pinangki Akhirnya Dikirim ke Penjara Setelah Ketahuan Sebulan Tak Dieksekusi
Nama Aviantara cukup mendapat sorotan saat ditugaskan sebagai hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat 2014 silam.
Setidaknya, ada dua perkara besar yang ditangani oleh jebolan magister Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu, yakni perkara korupsi Bank Century dan pengadaan laboratorium dan penggandaan Al Quran di Kementerian Agama.
Sementara itu, calon hakim agung kamar pidana, Suradi, menilai hukuman mati masih perlu diberlakukan.
Namun, ia mengatakan, pidana mati sebaiknya diterapkan pada pidana khusus atau tertentu dan syarat penerapannya diperketat.
Dalam proses wawancara, Suradi menjawab pertanyaan salah satu panelis terkait kemandirian bagi Indonesia ketika berhadapan dengan keinginan dari negara lain. Contohnya, terkait penerapan pidana mati untuk warga negara asing (WNA).
Baca juga: Calon Hakim Agung Nilai Hukuman Mati Masih Diperlukan dalam Keadaan Khusus
Ketika WNA dijatuhi hukuman mati, pemerintah negara asal berkeinginan pidana tersebut tidak dilaksanakan terhadap warganya.
Suradi menyadari penerapan hukuman mati menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Jika dilihat dari prinsip hak asasi manusia, maka sepatutnya hukuman mati dihapuskan.
Terkait pertentangan itu, Suradi berpandangan, hukuman mati tetap diberlakukan untuk pidana tertentu atau khusus, bukan pidana umum.
"Dan syaratnya memang agak berat untuk bisa menentukan atau menjatuhkan pidana mati," ucap dia.