JAKARTA, KOMPAS.com - Calon hakim agung, Dwiarso Budi Santiarto, menilai pengurangan hukuman pada terpidana kasus korupsi merupakan hal yang biasa.
Hal itu disampaikan Dwiarso menanggapi pertanyaan anggota Komisi Yudisial Joko Sasmito dalam wawancara terbuka para calon hakim agung, Selasa (3/8/2021).
"Beredar di media, pandangan, pendapat masyarakat (tentang) adanya hakim di tingkat banding dan kasasi mengurangi hukuman, bahkan ada istilah korting, menyunat, saya ingin tahu pandangan Bapak," kata Joko.
Baca juga: Jawaban Calon Hakim Agung Saat Ditanya soal Maraknya Penegak Hukum Terjerat OTT KPK
Menurut Dwiarso, pengurangan hukuman di pengadilan tingkat dua dan kasasi merupakan hal yang lumrah jika dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum.
"Sebetulnya pengurangan hukuman atau penambahan hukuman itu suatu hal yang biasa. Hal yang sudah lumrah, asalkan sesuai dengan ketentuan yang ada," ujar Dwiarso.
Pengurangan itu, kata Dwiarso, terjadi ketika majelis hakim di tingkat dua atau kasasi menemukan beberapa pertimbangan yang tidak diperhitungkan dalam penentuan vonis oleh majelis hakim tingkat pertama.
"Kriteria kerugian keuangan negara, masalah keuntungan yang diterima dan kemudian soal berat dan ringannya ini," tutur dia.
"Kalau itu tidak dipertimbangkan tentu diperbaiki oleh pengadilan tingkat banding. Sehingga di situ bisa tampak ada penurunan, ada juga penambahan (hukuman)," papar Dwiarso.
Baca juga: Calon Hakim Agung Nilai Hukuman Mati Masih Diperlukan dalam Keadaan Khusus
Dwiarso menegaskan, dirinya tidak bisa memberikan komentar lebih jauh terkait pemotongan hukuman jika belum membaca pertimbangan putusan.
"Hanya saja yang lebih populer atau yang menjadi berita kalau itu menjadi penurunan atau diskon tadi. Saya pribadi tidak bisa memberikan komentar kalau belum membaca secara utuh pertimbangan apa yang menjadikan putusan tersebut didiskon atau dikorting," katanya.
Terkait dengan pemotongan pidana, Dwiarso mengeklaim jumlahnya di lapangan sangat kecil.
"Padahal kalau kita lihat sebagaimana disampaikan yang mulia bapak Ketua Mahkamah Agung, yang ada penurunan sudah kita catat, hanya berapa persen, sedikit sekali di bawah 8 persen, yang lainnya itu menguatkan atau menambah (vonis) bahkan," imbuh dia.
Diketahui Dwiarso saat ini menjabat sebagai Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA).
Ia mulai dikenal publik setelah menjadi ketua majelis hakim dalam perkara penodaan agama yang menjerat eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2017 silam.
Kala itu Dwiarso menjatuhkan vonis pasa Ahok selama 2 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.