JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum perundang-undangan dari Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menilai, kontrak backdate yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) termasuk tindak pidana.
Hal itu, kata dia, termasuk dalam tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana ketentuannya dalam Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Dengan adanya tanggal mundur, menandakan bahwa telah terjadi pembuatan keterangan dalam suatu surat yang tidak sesuai dengan faktanya," kata Aan dalam tayangan Aiman Kompas TV bertajuk 'Ada pidana di tes KPK?' pada Senin (2/8/2021).
"Kalau ini, maka dalam pidana dalam KUHP masuk di rumusan 263 Ayat 1," ujar dia.
Adapun bunyi pasal (1) yakni "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun,"
Aan pun menjelaskan bahwa ketika tanggal mundur tersebut tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan dan itu bisa dibuktikan dengan surat, penjanjian, MoU maupun saksi yang memproses surat tersebut maka sudah tindakan backdate itu termasuk dalam rumusan surat palsu.
Baca juga: Soal Temuan Ombudman Terkait TWK, Ketua KPK: Kami Akan Ambil Sikap
Bahkan, lanjut dia, polisi bisa bergerak memproses adanya tindak pidana pemalsuan surat tersebut karena bukan termasuk delik aduan.
"Seharusnya sih, dalam hukum normalnya, tidak perlu dilaporkan ya, tapi polisi bisa langsung bergerak, karena ini bukan delik aduan, hanya saja memang kebiasaannya menunggu ada laporan," ujar Aan.
Sebelumnya, Ombudsman RI telah menyampaikan hasil temuan soal malaadministrasi dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021) anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan beberapa temuan antara lain maladministrasi dilakukan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), salah satunya, melakukan kontrak backdate.
Kontrak backdate dilakukan dengan menuliskan tanggal mundur yang tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan kontrak.
Baca juga: Begini Tanggapan Dewas KPK tentang Temuan Ombudsman Terkait TWK KPK
Nota kesepahaman ditandatangani 8 April 2021, sedangkan kontrak swakelola 20 April 2021.
Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukkan seolah dua surat tersebut telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya, yaitu 27 Januari 2021.
Sehingga, pelaksanaan TWK pada 9 Maret 2021 dilaksanakan tanpa adanya dua surat kontrak tersebut.
"Ini penyimpangan prosedur yang buat kami cukup serius, baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," ucap Endi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.