JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, limbah medis bahan berbahaya beracun (B3) medis meningkat hingga mencapai 18 juta ton pada bulan ini.
Luhut mengingatkan bahwa kondisi ini sangat berbahaya.
“Peningkatan limbah B3 medis mencapai perkiraan 18 juta ton bulan ini, sangat membahayakan buat kita semua,” ujar Luhut sebagaimana dilansir dari siaran pers di laman resmi Kemenko Marves, Sabtu (31/7/2021).
Oleh karenanya, dia pun memberikan instruksi bagi beberapa kementerian dan lembaga terkait untuk dapat bersinergi dan bekerja langsung dalam menangani persoalan ini.
Baca juga: Wapres Ingatkan Limbah B3 Medis dari Pasien Covid-19 Tak Jadi Sumber Penyebaran Baru
Luhut meminta agar eksekusi dalam menangani limbah medis B3 dilakukan dengan cepat.
Menurutnya, perlu pemanfaatan alat pengolahan seperti insinerator, refused derive fuel (RDF) dan Autoclave.
“Kita butuh kerja cepat dan bantuan dari semua pihak, tidak ada waktu main-main, kita langsung eksekusi saja. Semua (alat) harus dalam negeri, agar cepat selesai dan tidak ditunda-tunda,” tegasnya.
Dia meminta kepada perisahaan BUMN seperti PT Pindad untuk mengerahkan unit-unit insineratornya dan memproduksinya dengan kapasitas yang lebih tinggi.
Dia juga mendorong percepatan industri lainnya seperti RDF.
Baca juga: Limbah B3 Infeksius Meningkat Akibat Covid-19, Begini Cara Jabar Mengelolanya
Luhut menjelaskan, sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo, beberapa solusi cepat harus dilaksanakan, seperti melakukan pembakaran sampah di pabrik semen terdekat.
Selain itu, Menko Luhut minta Kementerian LHK dan Kementerian BUMN melakukan identifikasi penyedia produk teknologi pengolah limbah yang memenuhi standar.
“Saya juga minta ada pembangunan fasilitas yang terintegrasi di lokasi prioritas pada Kementerian PUPR,” ungkapnya.
Selain itu, Menko Luhut mengatakan harus ada pembangunan dropbox sampah yang berada di berbagai titik strategis sebagai pemisah dari sampah biasa agar lebih mudah di akses.
“Plastik kuning khusus sampah medis juga harus diperbanyak produksinya dan disebarkan ke berbagai daerah,” tutur Luhut.
Baca juga: Hidup Kita Dikelilingi Limbah B3, Sadarkah?
Soal pembiayaan pun, juga harus didiskusikan dengan Kementerian Keuangan untuk menganggarkan pembangunan insinerator ini.
Lebih lanjut, Luhut juga mengimbau Kementerian Kesehatan dapat memberikan instruksi ke Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan supaya memilah sampahnya dari awal, agar lebih mudah ditangani.
"Saya harapkan semua aspek dapat bersinergi dan berkolaborasi sesuai dengan kemampuannya masing-masing demi menuntaskan persoalan ini," tambah Luhut.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar meminta pemerintah daerah (pemda) tidak lengah soal keberadaan limbah medis selama pandemi Covid-19.
Siti menyebutkan, limbah medis itu berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit darurat, tempat isolasi karantina mandiri, laboratorium uji deteksi Covid-19 maupun limbah vaksinasi.
Baca juga: Pembuangan Limbah APD Tenaga Medis di Tangsel Ditangani Perusahaan Pengelola Limbah B3
Dia lantas mencontohkan kondisi limbah medis di sejumlah daerah.
Di Jawah Barat misalnya, pada 9 Maret 2021 jumlah limbahnya itu 74,03 ton.
Kemudian, pada 27 Juli 2021, jumlahnya sudah meningkat hingga mencapai 836,975 ton.
"Berarti meningkat 10 kali lipat lebih. Lalu di Jawa Tengah pada tanggal 9 Maret itu jumlah limbah medisnya 122,82 ton. Terus di tanggal 27 Juli datanya 502,401 ton. Berarti (meningkat) lima kali lipat kurang lebih," ungkap Siti dalam konferensi pers virtual usai rapat terbatas kabinet pada Rabu (28/7/2021).
Di Jawa Timur di pada Maret 2021 limbah medis tercatat sebanyak 509,16 ton. Kemudian pada 27 Juli itu meningkat jadi 629,497.
Kemudian, di Banten pada Maret 2021 tercatat limbah medis sebanyak 228,06 ton dan pada 27 juli 591,79 ton.
Baca juga: Siapkan Anggaran Rp 1,3 Triliun, Jokowi Minta Limbah Medis Segera Dimusnahkan
Sementara itu, DKI Jakarta pada Maret 2021 tercatat limbah medis sebanyak 7.496,56 ton. Di tanggal 27 Juli menjadi 10.939,053 ton.
"Apa saja yang disebut dengan limbah medis itu? Seperti infus, bekas masker, vial vaksin itu botolnya vaksin yang kecil itu, jarum suntik, kemudian face shield, perban, hazmat, APD, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR, antigen dan alkohol mesin swab. Itulah yang disebut dengan limbah medis beracun berbahaya," papar Siti.
Dia menuturkan, Presiden Joko Widodo memberi arahan agar dilakukan meningkatkan penanganan limbah medis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.