JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman tidak yakin jaksa penuntut umum (JPU) bakal mengajukan kasasi atas pemotongan hukuman Djoko Tjandra.
Dalam putusan banding kasus suap penghapusan nama dari red notice keimigrasian dan pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA), majelis hakim PT DKI Jakarta mengurangi hukuman Djoko dari semula 4,5 tahun menjadi 3,5 tahun penjara.
"Saya menghormati putusan ini, tapi saya ragu apakah jaksa akan melakukan kasasi terhadap vonis ini," ujar Boyamin saat dihubungi, Kamis (29/7/2021).
Baca juga: Setelah Pinangki, Kini Giliran Djoko Tjandra Dapat Keringanan Hukuman
Sebelumnya, jaksa tidak mengajukan kasasi atas pemangkasan hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari. Hakim memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Berdasarkan logika hukum, kata Boyamin, penyuap dalam hal ini Djoko Tjandra mesti mendapatkan hukuman yang lebih ringan daripada penerima suap, yaitu Pinangki.
"Kalau kasasi dan dihukum berat, ya repot juga hukumannya di atas Pinangki," ucapnya.
Boyamin berpendapat, majelis hakim di tingkat pengadilan tinggi ini bermasalah.
Empat dari lima hakim yang menangani putusan tingkat banding Djoko sama dengan mereka yang memotong hukuman Pinangki.
Pemberian hukuman terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung dan penghapusan red notice keimigrasian untuk Djoko akhirnya jadi karut-marut.
"Tampaknya yang bermasalah ini hakim di tingkat banding yang memvonis Pinangki dan hakimnya pun juga sama dalam banding Djoko. Ini sudah menabrak tembok," ujarnya.
Baca juga: Jaksa Masih Pelajari Putusan Banding Djoko Tjandra
Selain itu, menurut Boyamin, sejak putusan banding Pinangki, Jaksa Agung pun bergeming. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin tampak enggan memerintahkan JPU untuk melakukan kasasi atas putusan banding tersebut.
"Sumber masalahnya kalau kita runut adalah keengganan Jaksa Agung menginstruksikan JPU untuk mengajukan kasasi. Dan terkesan menurut saya, tidak disuruh ini malah bisa jadi dilarang untuk kasasi," kata dia.
Secara terpisah, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat masih mempelajari putusan banding Djoko Tjandra.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budi Santoso mengatakan, jaksa belum memutuskan sikap, apakah akan mengajukan kasasi atau tidak.
"JPU masih mempelajari putusan banding tersebut," kata Riono saat dihubungi, Kamis (29/7/2021).
Dia mengatakan, jaksa memiliki waktu 14 hari setelah salinan putusan diterima. Salinan putusan banding itu telah diterima sejak 23 Juli 2021.
"Putusan pengadilan tinggi diterima Jumat lalu," ucapnya.
Baca juga: Dagelan Kasus Pinangki, Ketika Perantara Suap Dihukum Lebih Berat dari Jaksa Korup
Adapun, Pinangki terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana dalam kasus korupsi pengurusan fatwa di MA.
Pengurusan fatwa itu merupakan upaya agar terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani hukuman dua tahun.
Pinangki dinyatakan terbukti menerima uang suap 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra.
Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.
Pinangki juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
Mereka terbukti menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.