Oleh karena itu, peluang tumpang-tindihnya kawasan kehutanan dengan sektor-sektor non-kehutanan sangat besar. Sengketa lahan atau kawasan menjadi fenomena yang terus berulang.
Maka, pengukuhan kawasan hutan menjadi sangat penting. Penataan batas dan penetapan kawasan hutan selain sebagai upaya memberikan kejelasan batas dan status hukum atas kawasan hutan, juga untuk mendapatkan pengakuan atau legitimasi publik.
Kejelasan batas akan memberikan kepastian hak atas tanah bagi masyarakat yang berbatasan atau berada di sekitar kawasan hutan.
Di sisi lain, ketidakpastian hak dan ketidakpastian ruang investasi, serta lemahnya regulasi dan tidak adanya pengelola kawasan hutan di lapangan, mengakibatkan kerentanan korupsi.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam sambutannya menyampaikan komitmen kuat Presiden terkait reforma agraria.
Ia juga meminta segenap pihak untuk berkolaborasi mendorong percepatan pengukuhan kawasan hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan.
Menurutnya, pasca Undang-Undang Cipta Kerja penetapan kawasan hutan menjadi aksi kolaboratif semua pemangku kepentingan di pusat dan daerah.
“Saya meminta semua memiliki komitmen bersama dalam aksi pemberantasan korupsi yang sistematis dalam reforma agraria,” kata Moeldoko.
Kendati demikian, KSP mengakui bahwa proses pengukuhan kawasan hutan merupakan permasalahan yang ada di hulu, dan jika tidak diselesaikan akan menjadi persoalan di hilir yang dapat menghambat pembangunan nasional.
Catatan Moeldoko, pada rentang 2015 – 2021 pemerintah menerima 1.191 aduan terkait konflik agraria.
“Pada November 2020 Presiden mengadakan rapat internal untuk mendorong percepatan penyelesaian konflik agraria, termasuk yang berada di dalam kawasan hutan. Tahun ini ditargetkan penyelesaian 137 dari total aduan yang diterima,” tegasnya.
Di sisi lain, Koordinator Tim Nasional (Timnas) Stranas-PK Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan memaparkan perkembangan implementasi aksi di lima provinsi.
Beberapa daerah menunjukkan capaian yang tinggi pada tahapan awal yang disebutnya tahapan kompilasi. Sehingga, siap untuk menuju tahapan selanjutnya yaitu integrasi dan kemudian sinkronisasi.
Data per Desember 2020, kata Pahala, tercatat Riau telah menetapkan kawasan hutan sebanyak 39,15 persen; Papua 81,25 persen; Kalimantan Timur 95,08 persen; Sulawesi Barat 97,22 persen; dan Kalimantan Tengah 32,19 persen.
“Kenapa lima provinsi ini yang dipilih? Karena lengkap di lima provinsi ini ada perkebunan, pertambangan, dan masyarakat adat," kata Pahala.
Baca juga: Moeldoko: Ada 1.191 Aduan Kasus Konflik Agraria, 251 di Antaranya soal Hutan
"Memang di Papua belum ada investor, tapi luasan hutannya luar biasa. Itu kenapa kita pilih lima provinsi ini,” jelas Pahala.
Untuk mengulas implementasi aksi Stranas-PK ini, webinar menghadirkan sejumlah panelis dengan beragam latar belakang, yaitu Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Ruanda Agung Sugardiman.
Kemudian, Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau, Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hariadi Kartodihardjo, dan perwakilan dari Pusaka Bentala Rakyat Franky Samperante.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.