Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Persembunyian Wiji Thukul Usai Dituding Terlibat 27 Juli 1996

Kompas.com - 27/07/2021, 16:31 WIB
Wahyuni Sahara

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis, sastrawan, dan seniman Wiji Thukul menghilang usai Kerusuhan 27 Juli alias Kudatuli pada 1996.

Hingga saat ini, Thukul menjadi salah satu aktivis yang dicari karena nasibnya tidak jelas setelah diburu aparat di Rezim Orde Baru.

Menghilangnya Wiji Thukul bermula saat polisi memburu rumahnya di Solo.

Sebab, organisasi politik tempatnya bernaung, yaitu Partai Rakyat Demokratik (PRD), dituding oleh Kepala Staf Bidang Sosial dan Politik ABRI Letnan Jenderal Syarwan Hamid, sebagai dalang di balik peristiwa itu.

Baca juga: Mengenang Wiji Thukul, Aktivis yang Hilang Usai Peristiwa Kudatuli 1996

Ketika itu Wiji Thukul memutuskan untuk melarikan diri saat diburu aparat. Selama dalam pelarian, ia mengembara dari kota ke kota. Ia mendompleng truk, naik bus atau menumpang mikrolet.

Di tiap kota yang disinggahi, ia bersembunyi di rumah sahabat atau kenalan yang ia percaya. Dalam masa pelarian, ia juga tetap menulis sajak.

Berikut jejak persembunyian Wiji Thukul yang dikutip Kompas.com dari Seri Buku Tempo: Prahara Orde Baru Wiji Thukul yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia.

Baca juga: Musikalisasi Puisi Wiji Thukul dan Interpretasi Fajar Merah

Awal Agustus 1996

Thukul memutuskan lari dari Solo. Awal pelarian itu ditulis Thukul dalam puisi "Para Jenderal marah-marah". Mula-mula ia ke Wonogiri, lalu ke Yogyakarta, Magelang, dan Salatiga.

Pelarian di atas truk itu ia tulis menjadi puisi "Aku Diburu Pemerintahku Sendiri".

Di Salatiga, ia betemu aktivis HAM, Arief Budiman, yang menyarankannya menemui Yosep Stanley Adi Prasetyo, yang juga aktivis HAM, di Jakarta.

Pertemuan Arief direkam Wiji Thukul dalam puisi "Buat L.Ch & A.B".

Baca juga: 25 Tahun Kudatuli: Peristiwa Mencekam di Kantor PDI

Pertengahan Agustus 1996

Thukul mendatangi adiknya, Wahyu Susilo, di kantor Solidaritas Perempuan, Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur.

Ia lalu disembunyikan di Bojong Gede, Bogor. Kemudian di Kelapa Gading, Jakarta Timur dan Bumi Serpong Damai, Tangerang selama satu-dua pekan.

Saat itu, ia menulis puisi "Kado untuk Pengantin Baru" buat Alex, salah satu tuan rumahnya yang baru menikah. Kemudian Thukul sempat dibawa tim evakuasi ke Bandung.

Akhir Agustus 1996

Ia dilarikan ke Pontianak, menginap di rumah Martin Siregar. Menggunakan nama samaran Aloysius Sumedi, ia sempat menulis cerpen berjudul "Kegelapan".

Baca juga: Perjalanan PDI Perjuangan: dari Kudatuli, Oposisi, Dominasi, hingga Pandemi

Januari 1997

Pulang ke Solo, kepada istrinya Diah Sujirah alias Sipon, ia minta dibuatkan pakaian bayi sebelum kembali ke Kalimantan. Sipon menduga Thukul sudah menikah lagi dan istrinya akan melahirkan.

Akan tetapi, menurut Martin, pakaian bayi itu sebagai hadiah untuk istri Martin yang sedang hamil.

Maret 1997

Thukul kembali ke Jakarta dan aktif lagi di PRD. Ia menjabat sebagai ketau Divisi Propaganda PRD. Ia sempat tinggal di rumah kontrakan aktivis PRD di Pekayon, Bekasi, dan rumah susun Kemayoran.

Saat di Pekayon, ia sempat mengajak Sipon dan anak-anaknya datang.

Baca juga: Fajar Merah: Antara Politik, Musik dan Puisi Wiji Thukul

Agustus 1997

Ketika berkunjung ke rumah adiknya, Thukul mengaku sedang di Tangerang bersama Linda Christanty untuk mengorganisasi buruh dan tukang becak.

Di Karawaci, ia tinggal di rumah kontrakan bersama Lukman dan Andi Gembul.

November 1997

Thukul meminta izin kepada Linda, yang berada di sekretariat Mahasiswa Universitas Indonesia di Margonda Raya, Gang Salak, untuk pulang ke Solo, menengok Fajar Merah, anaknya, yang akan berulang tahun ketiga.

Baca juga: Saat Orde Baru Tuding PRD Dalang Kudatuli 27 Juli 1996

Desember 1997

Thukul bertemu dengan Sipon dan anak-anaknya di Yogyakarta dan tinggal satu pekan di Parangtritis.

Januari 1998

Thukul pindah ke Cikokol. Sebelum Idul Fitri, yang jatuh akhir Januari, ia menelepon adiknya dan mengatakan hendak pulang ke Solo untuk berlebaran.

Baca juga: Peringati Peristiwa Kudatuli, PDI-P: Megawati Telah Ajarkan Politik Rekonsiliasi

April 1998

Thukul menelpon Cempe Lawu Warta, gurunya di Teater Jagat, menanyakan kabar Sipon dan anak-anaknya.

Ia berkata sedang di Bengkulu, Sumatera, dan menitipkan anak-anaknya kepada Lawu.

Mei 1998

Kerusuhan meledak di Jakarta. Thukul menelepon Sipon, khawatir terhadap keadaan istri dan anak-anaknya karena Solo ikut rusuh.

Ia juga mengatakan kondisinya baik-baiknya saja dan saat itu sedang di Jakarta. Dan tidak ada kabar dari Thukul setelah itu.

Maret 2000

Sipon melaporkan kehilangan Wiji Thukul ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada tahun 2000. 

Baca juga: Soal Pembakaran Bendera Partai, PDI-P Singgung Peristiwa Kudatuli 1996

Hilangnya Thukul terlambat disadari

Sebenarnya, hilangnya Wiji Thukul terlambat disadari. Setelah Soeharto jatuh dan para aktivis kembali muncul ke permukaan, Thukul tetap hilang.

Para aktivis menganggap Thukul dilindungi keluarga. Sebaliknya keluarga mengira Thukul disembunyikan partai.

PRD kemudian membentuk tim pelacak Thukul. Pencarian juga dilakukan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia, yang didirikan September 1998.

Orang yang secara terbuka mencium tanda-tanda hilangnya Thukul adalah Jaap Erkelens, peneliti Koninklijk Instituut voor Taal-Land-en Volkenkunde (KITLV), penerbit Belanda.

Baca juga: Peneliti Sejarah Kritik Narasi soal Kudatuli dalam Buku Pelajaran

Pada 18 Februari 2000, Erkelens mengirim surat pembaca ke Harian Kompas. Dalam surat itu, ia meminta pembaca yang mengetahui keberadaan Thukul menghubunginya. Tapi, tidak ada tanggapan yang serius.

Pada Maret 2000, Sipon melapor ke Kontras. Pencarian dilakukan. Hasilnya nihil. Diduga kuat Wiji Thukul sudah meninggal.

Wiji Thukul memang hilang, tapi puisinya abadi dan menjadi teriakan wajib para demonstran: "Hanya ada satu kata: Lawan!".

Pada 2002, perjuangan Wiji Thukul dalam menegakkan demokrasi di Indonesia dianugerahi Yap thiam Hien Award dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Indonesia.

Kisah pelarian Wiji Thukul pun diabadikan dalam sebuah film yang berjudul Istirahatlah Kata-kata (2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com