Hilangnya Thukul terlambat disadari
Sebenarnya, hilangnya Wiji Thukul terlambat disadari. Setelah Soeharto jatuh dan para aktivis kembali muncul ke permukaan, Thukul tetap hilang.
Para aktivis menganggap Thukul dilindungi keluarga. Sebaliknya keluarga mengira Thukul disembunyikan partai.
PRD kemudian membentuk tim pelacak Thukul. Pencarian juga dilakukan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia, yang didirikan September 1998.
Orang yang secara terbuka mencium tanda-tanda hilangnya Thukul adalah Jaap Erkelens, peneliti Koninklijk Instituut voor Taal-Land-en Volkenkunde (KITLV), penerbit Belanda.
Baca juga: Peneliti Sejarah Kritik Narasi soal Kudatuli dalam Buku Pelajaran
Pada 18 Februari 2000, Erkelens mengirim surat pembaca ke Harian Kompas. Dalam surat itu, ia meminta pembaca yang mengetahui keberadaan Thukul menghubunginya. Tapi, tidak ada tanggapan yang serius.
Pada Maret 2000, Sipon melapor ke Kontras. Pencarian dilakukan. Hasilnya nihil. Diduga kuat Wiji Thukul sudah meninggal.
Wiji Thukul memang hilang, tapi puisinya abadi dan menjadi teriakan wajib para demonstran: "Hanya ada satu kata: Lawan!".
Pada 2002, perjuangan Wiji Thukul dalam menegakkan demokrasi di Indonesia dianugerahi Yap thiam Hien Award dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Indonesia.
Kisah pelarian Wiji Thukul pun diabadikan dalam sebuah film yang berjudul Istirahatlah Kata-kata (2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.