Setelah menikah dengan Diah Sujirah alias Sipon pada Oktober 1988, ia hidup membantu istrinya dengan usaha sablon.
Kemudian ia menobatkan diri sebagai aktivis pembela buruh.
Nama Wiji Thukul ada di barisan demonstran kedungombo, Sritex, dan sejumlah demonstrasi besar di Solo.
Lalu, ia bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Baca juga: Peneliti Sejarah Kritik Narasi soal Kudatuli dalam Buku Pelajaran
Awal mula hilangnya Wiji Thukul tak lepas dari peristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal sebagai peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli alias Kudatuli.
Saat itu, PRD yang di bawah pimpinan Budiman Sudjamitko dituding oleh pemerintah melalui Kepala Staf Bidang Sosial dan Politik ABRI Letnan Jenderal Syarwan Hamid, sebagai dalang di balik peristiwa itu.
Sehingga, para aktivis PRD diburu, termasuk Wiji Thukul. Ketika itu, Wiji Thukul yang berada di Solo sebagai Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat atau Jaker yang merupakan badan yang merapat ke PRD.
Baca juga: Peristiwa Kudatuli, Sutiyoso, dan Hubungannya dengan Megawati...
Widji Thukul kabur usai beberapa anggota kepolisian mendatangi rumahnya. Dalam pelarian, Wiji Thukul harus mencuri kesempatan untuk bertemu dengan Sipon.
Paling sering keduanya bertemu di Pasar Klewer. Setiap bertemu, mereka membuat janji untuk pertemuan selanjutnya.
Saat itu pula, Wiji Thukul menceritakan beberapa daerah yang dikunjunginya dan beberapa kali ia meminta duit kepada sang istri untuk membiayai hidup pelarian.
Selama pelarian, ia memiliki nama beberapa nama Samaran yaitu Paulus, Aloysius dan Martinus Martin. Ia juga sering memakai topi supaya tidak mudah dikenali.
Selain itu, Wiji Thukul juga kerap menggunakan jaket saat keluar rumah untuk menyamarkan badannya yang kerempeng.