Aparat berbaris tanpa bersuara, tetapi mantap menuju ujung Jalan Surabaya menyilangi Jalan Diponegoro di perempatan.
"Berapa banyak jumlahnya? No idea, tidak bisa kira," tulis Rosihan.
Baca juga: Kesaksian Rosihan Anwar Saat Kerusuhan 27 Juli 1996...
Di pinggir jalan banyak penduduk berkerumun jadi penonton. Mereka menyaksikan penyerbuan terhadap markas PDI.
Waktu itu, sementara waktu Pemerintahan Soeharto menerima kenyataan PDI-P dipimpin oleh putri Soekarno.
Namun, kehadiran Megawati sebagai ketua umum partai lama-lama tampak menjadi simbol kuat perlawan terhadap Orde Baru.
Pada Juni 1996, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merekayasa suatu kongres luar biasa PDI untuk menurunkan Megawati sebagai ketua umum. Soerjadi tampil untuk menggantikan.
Tadinya, Soerjadi juga tidak dipercaya oleh Soeharto, tetapi pada pertengahan tahun 1996, tampaknya dia kurang berbahaya ketimbang Megawati.
Tindakan pemerintah itu ditolak Megawati dan para pendukungnya. Ia menempuh jalan hukum, mengadukan pemerintah yang telah melakukan intervensi.
Megawati mempertahankan kontrol atas markas partainya. Sikap menantang itu menarik banyak perhatian.
Tiap hari di markas PDI digelar mimbar bebas. Kaum aktivis pro-demokrasi, kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM), wong cilik di kota, semua mendukung Megawati.
Keributan yang terjadi di kantor PDI di Jalan Diponegoro pada 27 Juli pagi itu merupakan buntut dari dualisme.
Rosihan menuturkan, saat menuju perempatan lewat jalan kecil di tepi kali, ia sempat dicegat seorang mahasiswa yang memperkenalkan diri sebagai putra Abdullah Alamudi, wartawan harian Pedoman awal 1970-an.
Mahasiswa itu mengatakan kepadanya telah memanjat sebuah pohon di tepi jalan dan dari sana melihat mobil-mobil ambulans mengangkut banyak korban yang tewas di markas PDI.
"Berapa banyaknya dia tidak tahu. Bagaimana mengecek kebenaran informasi tersebut?" katanya.
Baca juga: Ketika Orde Baru Tuding PRD Salah Satu Penyebab Kerusuhan 27 Juli 1996
Rosihan pun tiba di dekat ujung Jalan Surabaya, depan rumah nomor 39. Di situ, ada sejumlah wartawan dalam dan luar negeri. Para wartawan sempat disetop oleh seorang perwira Polri.