Kendati demikian, Pemerintah Orde Baru menuding Partai Rakyat Demokratik (PRD) menjadi penyebab kerusuhan.
Ketika itu, PRD menjadi salah satu basis kekuatan massa pro-demokrasi dan penentang kekuasaan Soeharto.
Baca juga: Saat Orde Baru Tuding PRD Dalang Kudatuli 27 Juli 1996
Harian Kompas, 31 Juli 1996 memberitakan, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Soesilo Soedarman bahkan menyamakan PRD serupa Partai Komunis Indonesia (PKI).
Hal itu tak lepas dari istilah-istilah yang digunakan PRD dalam manifesto politiknya pada 22 Juli 1996.
Menurut Soesilo, PRD hanya satu dari beberapa pihak yang disebut membonceng kerusuhan tersebut.
Sementara itu, Ketua Umum PRD Agus Jabo Priyono mengatakan, peristiwa Kudatuli merupakan akumulasi dari kekecewaan terhadap Orde Baru yang mengontrol semua lini kehidupan masyarakat.
Akumulasi kekesalan seluruh eksponen kelompok masyarakat tersebut, kata Agus, menyatu dalam pertemuan di Kantor DPP PDI kala itu.
Ia menyadari latar belakang perpecahan itu terjadi lantaran selisih paham di internal PDI antara kubu Soerjadi dan Megawati.
Namun saat itu, kata Agus, kelompok pro-demokrasi turut memberi dukungan kepada Megawati.
Saat itu bersama PDI kubu Megawati, kelompok pro-demokrasi menggelar mimbar rakyat untuk menyampaikan beragam aspirasi dan kritik terhadap Orde Baru.
"Waktu itu juga ada Muchtar Pakpahan dan Sri Bintang Pamungkas dan lain-lain lah. Itu semua berkumpul di situ (Kantor DPP PDI)," kenang Agus, dalam wawaancara dengan Kompas.com, Senin (27/7/2020).
Baca juga: Peristiwa Kudatuli dan Megawati yang Jadi Simbol Perlawanan Orba...
Agus menambahkan, saat itu seluruh kekuatan pro-demokrasi berpikir bahwa mereka membutuhkan simbol perlawanan terhadap Soeharto. Mereka akhirnya memilih Megawati sebagai simbol perlawanan.
Selain itu, terpilihnya putri Bung Karno sebagai Ketua Umum PDI itu kabarnya juga tak disetujui Soeharto.
Kendati demikian, ia mengakui saat itu PRD juga menjadi salah satu motor penggerak perkumpulan pada 27 Juli di Kantor DPP PDI.
Bahkan lima hari sebelumnya PRD mendeklarasikan diri sebagai partai politik baru di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang tak jauh dari Kantor DPP PDI.
Dengan adanya deklarasi tersebut maka PRD secara tak langsung menentang Orde Baru yang membatasi jumlah partai politik hanya dua dengan satu golongan yakni Golongan Karya (Golkar).
"Saat itu Orde Baru memandang PRD sebagai organ politik yang berpotensi mendelegitimasi mereka karena berani menentang kebijakan pembatasan partai politik dan dwifungsi ABRI yang menjadi kekuatan utama Orde Baru," kata Agus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.