Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

25 Tahun Kudatuli: Peristiwa Mencekam di Kantor PDI

Kompas.com - 27/07/2021, 09:01 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua puluh lima tahun yang lalu, kerusuhan terjadi di kantor DPP Demokrasi Indonesia (PDI), Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Suasana begitu mencekam. Bentrokan massa aksi pembakaran gedung dan kendaraan terjadi sejak pagi hingga malam.

Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli itu terjadi karena pengambilalihan paksa kantor DPP PDI oleh massa pendukung Soerjadi (PDI hasil Kongres Medan).

Pendukung Soerjadi tak terima dengan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta.

Munas menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI (kini Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P).

Baca juga: Peristiwa Kudatuli dan Megawati yang Jadi Simbol Perlawanan Orba...

Diberitakan Harian Kompas, 23 Juli 1993, tiga tahun sebelum peristiwa Kudatuli terjadi, Soerjadi terpilih secara aklamasi menjadi Ketum PDI. Soerjadi juga terpilih sebagai ketua formatur penyusunan komposisi DPP.

Akan tetapi, jalan Soerjadi menjadi pemimpin PDI pun tersendat lantaran dirinya disebut terlibat penculikan kader.

Dugaan itulah yang membuat DPI akhirnya mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Kongres itulah menghasilkan Megawati sebagai Ketum PDI.

Setelah Kongres, PDI menggelar Musyawarah Nasional (Munas) di Jakarta pada 22 Desember 1993. Hasil Munas menetapkan Megawati sebagai Ketum PDI periode 1993-1998.

Sementara, berdasarkan hasil Kongres Medan 22 Juni 1996, Soerjadi terpilih menjadi Ketum periode 1996-1998.

Perbedaan hasil dari dua kongres berbeda itu membuat pemerintah mengambil keputusan.

Baca juga: Perjalanan PDI Perjuangan: dari Kudatuli, Oposisi, Dominasi, hingga Pandemi

Melalui Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid, pemerintah mengakui DPP PDI hasil Kongres Medan kepemimpinan Soerjadi.

Alhasil, pemerintah tak mengakui hasil Munas Jakarta yang menetapkan Megawati sebagai Ketum PDI.

Kendati demikian, dukungan massa untuk Megawati terus bergulir. Dukungan itu datang terutama dari aktivis dan mahasiswa yang menentang rezim Orde Baru, Soeharto.

Dukungan massa terhadap Megawati itu kemudian dipusatkan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat tepatnya di Kantor DPP PDI.

Namun, upaya penyelesaian sengketa tak berhasil mencapai kata mufakat hingga akhirnya memicu peristiwa Kudatuli.

Rangkaian kronologi peristiwa

Dikutip Harian Kompas, 29 Juli 1996, peristiwa Kudatuli berawal saat massa pendukung PDI Soerjadi berdatangan sekitar pukul 06.20 WIB.

Pendukung Soerjadi itu datang dengan mengenakan kaus berwarna merah bertuliskan "DPP PDI Pendukung Kongres Medan" lengkap dengan ikat kepala.

Delapan kendaraan truk mini bercat kuning menjadi kendaraan pengangkut massa pendukung Soerjadi ke Jalan Diponegoro.

Massa pendukung Soerjadi dan pendukung Megawati sempat melakukan dialog. Massa pendukung Megawati meminta agar kantor dinyatakan status quo.

Akan tetapi, dialog tersebut nyatanya tak menemukan kata sepakat.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, Pagi Kelam di Jalan Diponegoro...

Pada pukul 06.35 WIB, terjadilah bentrokan antara kedua kubu. Massa pendukung Soerjadi melempari Kantor DPP PDI dengan batu dan paving block.

Sementara itu, massa pendukung Megawati membalas dengan melempar benda seadanya di sekitar halaman kantor.

Usai aksi saling lempar terjadi, massa pendukung Megawati berlindung dalam Kantor DPP PDI. Namun, massa pendukung Soerjadi kemudian berhasil menduduki kantor.

Setelah itu, aparat keamanan mengambil alih dan menguasai Kantor DPP PDI tepat pukul 08.00 WIB.

Adapun bangunan kantor itu dikuasai oleh massa pendukung Megawati sejak awal Juni 1996 sebelum akhirnya aparat keamanan mengambil alih kantor.

Setelah diambil alih aparat, Kantor DPP PDI dinyatakan sebagai area tertutup dan tak dapat dilewati.

Kantor DPP PDI juga tak bisa dimasuki oleh pers. Awak media itu tidak diperkenankan melewati garis polisi.

Kantor yang berada di Jalan Diponegoro itu dijaga pasukan anti huru-hara.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, Saat Megawati Melawan tetapi Berakhir Diam...

Sekitar pukul 08.45 WIB, aparat keamanan mengangkut sekitar 50 orang pendukung Megawati yang tertahan di kantor dengan menggunakan tiga truk.

Sementara itu, ada 9 orang lainnya yang diangkut dengan dua ambulans.

Pada pukul 11.00 WIB, massa yang memadati ruas Jalan Diponegoro justru semakin membengkak. Saat itu massa bertambah banyak dari ratusan menjadi ribuan orang.

Sementara itu, sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta mahasiswa mengadakan aksi mimbar bebas tepat di bawah jembatan layang kereta api dekat Stasiun Cikini.

Mimbar tersebut kemudian beralih ke Jalan Diponegoro. Namun, bentrokan justru terjadi antara massa mimbar bebas dengan aparat keamanan.

Suasana semakin mencekam saat bentrokan terbuka terjadi pada pukul 13.00 WIB. Aparat keamanan pun menambah pasukannya.

Massa tersebut didesak mundur ke arah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Jalan Salemba.

Peristiwa bakar membakar pun terjadi dua jam setelahnya. Massa pendukung Soerjadi dan Megawati membakar tiga bus kota dan beberapa bus tingkat di Jalan Salemba.

Baca juga: Rangkaian Peristiwa Pasca Kudatuli 27 Juli 1996...

Belum berakhir, massa juga membakar sejumlah gedung yang ada di Jalan Salemba.

Pada pukul 16.35 WIB, aparat mendatangkan lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk, dan sejumlah kendaraan militer lain.

Hampir tiga jam berselang, massa pun akhirnya membubarkan diri sekitar pukul 19.00 WIB. Kobaran api yang tercipta di sekitar Jalan Salemba itu pun berhasil dipadamkan.

Aparat keamanan menangkap sebanyak 171 orang yang diduga melakukan perusakan dan pembakaran.

Adapun rincian yang ditangkap yaitu 146 orang massa pendukung Megawati dan oknum lain, lalu 25 orang merupakan massa pendukung Soerjadi.

Peristiwa yang dikenal dengan nama Kudatuli itupun mengakibatkan 22 bangunan rusak di antaranya Gedung Persit Chandra Kartika milik Angkatan Darat, Bank Kesawan dan Bank Exim.

Saat itu massa juga membakar bangunan lain seperti Bank Swarsarindo Internasional, Show Room Toyota, Bank Mayapada, dan gedung Departemen Pertanian.

Sebanyak 91 kendaraan terbakar, termasuk lima bus kota dan 30 kendaraan yang ada di ruang pameran, serta dua sepeda motor.

Baca juga: Peristiwa Kudatuli, Sutiyoso, dan Hubungannya dengan Megawati...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com