JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 763 laporan keluhan terkait penyaluran Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) untuk para pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM).
Laporan tersebut tercatat dalam kanal pengaduan masyarakat jaga.id.
"Terdiri dari 642 laporan di tahun 2020 dan 121 laporan hingga Juli 2021," ujar Ketua KPK Firli Bahuri, dikutip dari siaran pers, Jumat (23/7/2021).
Baca juga: Kemenkop UKM Targetkan Penerima BPUM Capai 1,5 Juta UMKM di Bulan Ini
Menurut Firli, mayoritas keluhan terkait tidak tercantumnya pelapor dalam daftar penerima BPUM meskipun berdasarkan kriteria telah memenuhi syarat.
Kemudian, ketidakakuratan data penerima. Misalnya, masyarakat dihubungi bahwa akan menerima BPUM, sementara rekening bank berbeda, sehingga akhirnya tidak menerima bantuan.
"Hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi mengenai program ini masih perlu diperbaiki," ujar Firli.
Keluhan paling banyak pada 2020 tercatat dari daerah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Sedangkan pada 2021, tercatat keluhan paling banyak dari wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.
Baca juga: Ini Penjelasan Kemenkop UKM Terkait Temuan BPK Terkait BPUM yang Tak Tepat Sasaran
Terkait laporan tersebut, KPK memberikan sejumlah masukan.
Firli menuturkan, pemberian bantuan harus mempertimbangkan aspek pemerataaan. Artinya, bantuan diberikan bukan hanya ke daerah yang aktif dan mampu mengirimkan data calon penerima bantuan.
Kemudian, Kementerian Koperasi dan UKM perlu secara aktif mendekati daerah yang terdampak pandemi, namun Dinas Koperasi setempat tidak secara aktif memroses pendaftaran calon penerima.
"Sehingga, terkesan bahwa BPUM ini hanya untuk penerima di Pulau Jawa saja meskipun data dari pemda mayoritas dari pemda di Jawa," kata Firli.
Selain itu, Firli mengatakan, data penerima bantuan saat ini harus disesuaikan dengan temuan lapangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang ketidaklayakan penerima dan ketidaktepatan bantuan.
"Seluruh calon penerima harus menyertakan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar memudahkan pengujian kelayakan penerima dengan basis data lain," kata Firli.
"Misalnya, pengujian dengan data ASN yang ada di BKN yang sudah berbasis NIK. Demikian juga pengujian dengan data penerima bantuan program Prakerja dan program bantuan lainnya," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.