JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan pemerintah akan bahayanya ketertutupan data Covid-19 atau bahkan melakukan manipulasi data terhadap pengendalian pandemi.
Menurut dia, sejumlah dampak berpotensi terjadi kepada bangsa dan negara bila ketertutupan data dilakukan.
"Ketertutupan dalam komunikasi, informasi data ini sangat membahayakan bagi pengendalian pandemi. Karena dia akan mendorong kepada misstrategy, misleading, miss alokasi, dan juga miss ekspektasi," kata Dicky dalam diskusi virtual bertajuk "Berburu Rente di Tengah Krisis: Siapa di Balik Distribusi Ivermectin?" Kamis (22/7/2021).
Dicky mengungkapkan, dampak dari adanya ketertutupan data bahkan mengakibatkan lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi.
Hal ini karena, jika data dilihat kasus menurun, maka masyarakat akan mengartikan seolah kondisi pandemi sudah membaik dan kembali melakukan aktivitas seperti biasa.
Baca juga: Ketua DPR: Jangan Demi Dibilang Berhasil Tangani Covid-19, Data Sesungguhnya Tak Dibuka ke Publik
"Lonjakan kasus karena warga didorong untuk melakukan aktivitas biasa. Ketidakakuratan data saja sudah bisa membuat seperti itu. Under-reported, undercount bahkan ini akan menjadi satu potensi perburukan pandemi," jelasnya.
Lanjut Dicky, ketertutupan data yang mengakibatkan lonjakan itu juga akan memuncak pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Masyarakat, kata dia, akan melihat bahwa kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan data atau informasi resmi dari pemerintah.
"Ketika kenyataan dikatakan beritanya positif, tapi di lapangan ya kematian ada, dan kekurangan lainnya. Ketakutan itu ada, dan tidak bisa ditutupi. Ketakutan itu akan tercermin dari kehidupan sehari-hari. Dan diharapkan adanya pemulihan justru tidak terjadi," imbuhnya.
Tak sampai di situ, Dicky juga memaparkan dalam presentasinya, agar pemerintah menghindari dugaan manipulasi data.
Baca juga: Lapor Covid-19: Jangan Senang Dulu Lihat Angka Kesembuhan Tinggi
Pasalnya, Dicky menilai manipulasi data merupakan penanda utama korupsi Covid-19. Namun, Dicky tak menjelaskan detail terkait manipulasi data yang berefek pada korupsi.
"Kalau manipulasi data, itu sudah ke arah (korupsi). Manipulasi data adalah penanda utama korupsi Covid-19," kata Dicky.
Kendati demikian, Dicky berpandangan bahwa pemerintah sejauh ini masih menyampaikan seluruh informasi atau data terkait perkembangan kasus Covid-19.
Namun, hal tersebut bukan berarti menutup kemungkinan pemerintah akan melakukan ketertutupan data.
Untuk itu, Dicky mengatakan jika sudah ada dugaan yang mengarah pada ketertutupan bahkan manipulasi, menjadi tugas bersama semua pihak untuk meluruskan.
"Saya masih melihat pemerintah masih ada menyampaikan data. Hanya arah-arah misalnya mau menutup (data), ini harus kita luruskan," ucapnya.
Baca juga: Kasus Covid-19 Turun karena Testing Berkurang, Pemerintah Dinilai Problematik
"Semoga kita tidak mengarah kepada itu (ketertutupan dan manipulasi data). Ini harus jadi tanggungjawab bersama," sambung dia.
Diberitakan, kasus Covid-19 di Indonesia terlihat mengalami penurunan pada Minggu (18/7/2021) yaitu dengan penambahan kasus baru mencapai 44.721 kasus.
Padahal, empat hari sebelumnya angka penambahan kasus baru Covid-19 selalu melewati 50.000 kasus dalam sehari.
Sayangnya, penurunan kasus tersebut dibarengi dengan angka testing yang juga menurun.
Fenomena ini yang kemudian memantik polemik dan pertanyaan di masyarakat akan adanya dugaan manipulasi data.
Pasalnya, penurunan kasus tersebut terjadi menjelang pemerintah mengakhiri pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level 4 pada 25 Juli 2021.
Baca juga: LaporCovid-19: Percuma Angka Kasus Covid-19 Turun kalau Jumlah Testing Merosot
Sebelumnya, pemerintah menjanjikan akan melonggarkan PPKM Level 4 pada 26 Juli jika tren kasus Covid-19 menurun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.