JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu pendiri LaporCovid-19, Irma Hidayana, meminta masyarakat untuk tidak senang dulu jika membaca jumlah angka kesembuhan pasien Covid-19 mengalami peningkatan.
Pasalnya, kata Irma, membaiknya kondisi pandemi Covid-19 tidak hanya dilihat dengan penambahan kasus kesembuhan.
Irma menjelaskan masyarakat juga harus melihat angka kematian dan angka keparahan kasus (fatality rate).
"Jadi yang harus kita ketahui jangan happy dulu melihat kasus kesembuhan yang tinggi, tapi kita harus proporsional melihat angka kematian, angka keparahan kasus, sampai membeludaknya fasilitas kesehatan," tutur Irma dalam diskusi virtual yang diadakan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kamis (22/7/2021).
Baca juga: Pemerintah Diminta Konsekuen dengan Target Tes yang Dicanangkan pada Awal PPKM Darurat
Irma menilai saat ini fatality rate di Indonesia masih tinggi. Fatality rate merupakan rasio kasus meninggal dengan jumlah kasus harian.
Bahkan, lanjut Irma, fatality rate itu baru dihitung dari jumlah tes yang ada, belum menghitung pasien meninggal dengan gejala namun belum sempat dites Covid-19.
"Ini sekali lagi hanya melihat jumlah tesnya, belum menghitung mereka yang meninggal sebelum dites, mereka yang meninggal tanpa layanan tes, jadi masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan," kata dia.
Irma juga memaparkan bahwa saat ini yang mesti diperhatikan pemerintah dan masyarakat adalah adanya perbedaan data Covid-19 mulai dari penambahan kasus harian hingga angka kematian antara data pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Baca juga: Jelang Pelonggaran PPKM, Tes Covid-19 Berkurang dan Positivity Rate Masih Tinggi
Perbedaan angka itu menunjukan adanya kasus yang tidak dilaporkan atau tidak dihitung (underreporting cases).
Badan Kesehatan Dunia (WHO), menurut Irma, telah mewanti-wanti fenomena ini, karena memiliki dampak yang cukup berbahaya.
"Ini sudah diwanti-wanti oleh WHO, harus diidentifikasi, karena kalau kita punya underreporting cases, kematian atau kasus (penularan) yang tidak ditemukan itu bahaya," ucapnya.
"Konsekuensinya akan meningkatkan transmisi di tingkat lokal karena ketidaktahuan masyarakat bahwa orang di sekitarnya terinfeksi Covid-19, ini bisa menular kemana-mana," ujar Irma.
Baca juga: Hindari Dugaan Manipulasi Data, Pemerintah Diminta Transparan soal Turunnya Tes Covid-19
Diketahui, Minggu (18/7/2021) Presiden Joko Widodo mengumumkan akan melakukan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat pada 26 Juli 2021, jika kasus infeksi Covid-19 menurun.
Dalam catatan Kompas.com, pekan ini angka penambahan kasus harian memang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Namun, angka tes pemerintah merosot jika dibandingkan dengan angka tes pada pekan lalu.
Baca juga: LaporCovid-19: Percuma Angka Kasus Covid-19 Turun kalau Jumlah Testing Merosot
Banyak pihak menilai hal itu sia-sia dan tidak bisa merepresentasikan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia telah membaik.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai, mestinya Jokowi mempertanyakan penurunan jumlah testing tersebut. Sebab, data itu akan menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan.
"Itu yang saya harapkan dari Presiden, (tapi) ternyata tidak. Yang dipilih hanya kasus yang menurun, enggak dicari tahu kenapa itu kasus bisa menurun, seolah-olah itu hasil dari PPKM," ucap dia.
Di sisi lain, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartanto menuturkan bahwa menurunnya jumlah testing karena sebagian laboratorium tidak beroperasi selama hari libur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.