Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Malaadministrasi TWK Pegawai KPK: Kontrak Backdate hingga Abaikan Presiden

Kompas.com - 22/07/2021, 06:28 WIB
Irfan Kamil,
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menyampaikan hasil penyelidikannya atas laporan dari perwakilan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Temuan itu diungkapkan setelah Ombudsman menyelesaikan serangkaian proses pemeriksaan atas pengaduan tersebut.

"Secara umum malaadministrasi itu dari hasil pemeriksaan kita, memang kita temukan," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).

Temuan-temuan itu dipaparkan anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng, sebagai berikut.

Kontrak backdate

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan sejak 4 Juni hingga 6 Juli 2021, Ombudsman menemukan fakta bahwa KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) membuat kontrak tanggal mundur (backdate) dalam penyelenggaraan TWK.

Kontrak backdate itu terkait dengan nota kesepahaman (MoU) dan kontrak swakelola penyelenggaraan.

Robert menjelaskan bahwa, penandatanganan nota kesepahaman dilakukan pada 8 April 2021, sementara kontrak swakelola tersebut 20 April 2021.

Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukan seolah dua surat itu telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya.

"Jadi tanda tangan April, dibuat mundur tiga bulan ke belakang, yaitu 27 Januari 2021," ungkap Robert.

Padahal, lanjut Robert, TWK yang diikuti pegawai KPK dilaksanakan pada 9 Maret 2021. Artinya pelaksanaan TWK digelar sebelum adanya nota kesepahaman dan kontrak swakelola. 

Oleh karena itu, Ombudsman berpendapat bahwa KPK dan BKN telah melakukan penyimpangan prosedur dengan membuat kontrak tanggal mundur.

Baca juga: Temuan Ombudsman: KPK-BKN Bikin Kontrak Backdate Penyelenggaraan TWK

Apalagi, sebelum terjadinya tes asesmen yang melibatkan kerja sama antar dua belah pihak, menurut Robert, mestinya kerangka kerja dan dasar hukum kerangka kerja sudah dibuat.

Robert menegaskan bahwa tindakan ini merupakan salah satu pelanggaran yang serius.

BKN dinilai tak berkompeten

Ombudsman RI menilai BKN tak berkompeten untuk menyelenggarakan TWK pegawai KPK.

Sebab menurut Robert, BKN tidak memiliki instrumen dan asesor guna melaksanakan asesmen itu.

Robert mengatakan mestinya saat itu BKN menolak untuk menjadi penyelenggara TWK, bukan malah melibatkan pihak lain yaitu Dinas Psikologi Angkatan Darat (AD).

Karena pelibatan Dinas Psikologi AD, akhirnya instrumen yang digunakan didasarkan pada Keputusan Panglima Nomor 1078 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Personil PNS atau TNI di lingkungan TNI.

Baca juga: Ombudsman RI: BKN Tak Berkompeten Laksanakan TWK Pegawai KPK

BKN diketahui tak memiliki dan menguasai salinan dokumen itu. Sehingga Ombudsman RI melihat bahwa BKN kesulitan untuk memastikan kualifikasi para asesor.

"Maka Ombudsman berpendapat bahwa BKN tidak berkompeten, dan inkompetensi adalah salah satu bentuk malaadministrasi," kata Robert.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com