JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menyampaikan hasil penyelidikannya atas laporan dari perwakilan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Temuan itu diungkapkan setelah Ombudsman menyelesaikan serangkaian proses pemeriksaan atas pengaduan tersebut.
"Secara umum malaadministrasi itu dari hasil pemeriksaan kita, memang kita temukan," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).
Temuan-temuan itu dipaparkan anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng, sebagai berikut.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan sejak 4 Juni hingga 6 Juli 2021, Ombudsman menemukan fakta bahwa KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) membuat kontrak tanggal mundur (backdate) dalam penyelenggaraan TWK.
Kontrak backdate itu terkait dengan nota kesepahaman (MoU) dan kontrak swakelola penyelenggaraan.
Robert menjelaskan bahwa, penandatanganan nota kesepahaman dilakukan pada 8 April 2021, sementara kontrak swakelola tersebut 20 April 2021.
Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukan seolah dua surat itu telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya.
"Jadi tanda tangan April, dibuat mundur tiga bulan ke belakang, yaitu 27 Januari 2021," ungkap Robert.
Padahal, lanjut Robert, TWK yang diikuti pegawai KPK dilaksanakan pada 9 Maret 2021. Artinya pelaksanaan TWK digelar sebelum adanya nota kesepahaman dan kontrak swakelola.
Oleh karena itu, Ombudsman berpendapat bahwa KPK dan BKN telah melakukan penyimpangan prosedur dengan membuat kontrak tanggal mundur.
Baca juga: Temuan Ombudsman: KPK-BKN Bikin Kontrak Backdate Penyelenggaraan TWK
Apalagi, sebelum terjadinya tes asesmen yang melibatkan kerja sama antar dua belah pihak, menurut Robert, mestinya kerangka kerja dan dasar hukum kerangka kerja sudah dibuat.
Robert menegaskan bahwa tindakan ini merupakan salah satu pelanggaran yang serius.
BKN dinilai tak berkompeten
Ombudsman RI menilai BKN tak berkompeten untuk menyelenggarakan TWK pegawai KPK.
Sebab menurut Robert, BKN tidak memiliki instrumen dan asesor guna melaksanakan asesmen itu.
Robert mengatakan mestinya saat itu BKN menolak untuk menjadi penyelenggara TWK, bukan malah melibatkan pihak lain yaitu Dinas Psikologi Angkatan Darat (AD).
Karena pelibatan Dinas Psikologi AD, akhirnya instrumen yang digunakan didasarkan pada Keputusan Panglima Nomor 1078 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penelitian Personil PNS atau TNI di lingkungan TNI.
Baca juga: Ombudsman RI: BKN Tak Berkompeten Laksanakan TWK Pegawai KPK
BKN diketahui tak memiliki dan menguasai salinan dokumen itu. Sehingga Ombudsman RI melihat bahwa BKN kesulitan untuk memastikan kualifikasi para asesor.
"Maka Ombudsman berpendapat bahwa BKN tidak berkompeten, dan inkompetensi adalah salah satu bentuk malaadministrasi," kata Robert.