Robert menceritakan bahwa KPK tidak melakukan sosialisasi rancangan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 pada para pegawainya.
Hal ini dinilai Ombudsman telah menyimpang dari Perkom 12 Tahun 2018 yang mengatur kewajiban mengumumkan rancangan produk hukum ke dalam sistem informasi internal KPK.
Temuan Ombudsman, sambung Robert, sosialisasi rancangan Perkom KPK terakhir kali dilakukan 16 November 2021 ketika masih berada di tahap awal pembentukan.
Ombudsman juga menemukan bahwa lima pimpinan lembaga negara telah melakukan pelanggaran prosedur terkait pembentukan Perkom Nomor 1 Tahun 2021.
Adapun lima pimpinan lembaga negara itu adalah Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto, dan Ketua KPK Firli Bahuri.
Pelanggaran juga dilakukan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.
Robert menyebut pelanggaran itu terkait proses harmonisasi Perkom.
Mestinya jika sesuai dengan Permenhumkan Nomor 23 Tahun 2018 proses harmonisasi dihadiri oleh Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) tiap lembaga.
Baca juga: Lima Pimpinan Lembaga Negara Langgar Prosedur Pembentukan Peraturan KPK soal TWK
Tapi dalam temuan Ombudsman, harmonisasi Perkom pada 26 Januari 2021 dihadiri langsung para pimpinan lembaga itu, bukan JPT, pejabat administrator maupun perancang.
Robert menceritakan, para pimpinan yang datang dalam proses harmonisasi tidak menandatangani berkas acara.
Penandatanganan justru dilakukan oelh JPT masing-masing lembaga yang tidak hadir.
"Justru mereka yang tidak hadir, yaitu adalah Kepala Biro Hukum KPk, dan Direktur Pengundangan di Kemenkumham," imbuh Robert.
Ombudsman RI menyatakan bahwa penerbitan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tentang penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Diketahui pada judicial review Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, MK menyatakan agar alih fungsi status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak para pegawai.
Baca juga: Ombudsman: SK Penonaktifan Pegawai KPK Bertentangan dengan Putusan MK
"Ombudsman berpendapat atas terbitnya SK yang nomornya 652 Tahun 2021, KPK telah melakukan malaadministrasi berupa tindakan tidak patut. Karena (penerbitan SK) bertentangan dengan putusan MK," ucap Robert.
Selain itu SK 652 Tahun 2021, disebut Ombudsman merupakan tindakan pengabaian pada pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta agar TWK tidak digunakan sebagai syarat pemberhentian pegawai.
SK tersebut menyatakan pembebastugasan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK dalam proses alih status kepegawaian menjadi ASN.
Baca juga: Ombudsman: KPK Abaikan Pernyataan Presiden Jokowi soal TWK
Namun, pada Senin (17/5/2021), Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK.
Ia juga meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.
Setelah adanya temuan ini, Ombudsman mengusulkan Presiden Joko Widodo perlu mengambil alih proses peralihan status kepegawaian 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi pegawai aparatur sipil negara (ASN).