Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial Kritik Pengesahan RUU Otsus Papua di Tengah Banyak Penolakan

Kompas.com - 22/07/2021, 00:28 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengkritik pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua di tengah banyaknya penolakan dari orang Papua.

Gufron menilai, hal itu merupakan bentuk pengabaian aspirasi rakyat Papua. Selain itu ia berpandangan, proses pembahasan RUU terkesan tertutup dan pengesahannya tergesa-gesa.

"Karena itu, langkah pemerintah yang tetap memaksakan pengesahan revisi UU Otsus Papua di tengah besarnya kritik dan penolakan dari Papua dapat dikatakan sebagai bentuk pengabaian terhadap aspirasi rakyat Papua," kata Gufron, dalam keterangannya, Rabu (21/7/2021).

Baca juga: Komnas HAM Kritik Pelibatan Bappenas di Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua

Gufron berpandangan, pemerintah semestinya membangun dialog untuk mengatasi persoalan yang ada, termasuk menemukan solusi yang berbasis kebutuhan dan aspirasi rakyat Papua.

Menurutnya, jika pemerintah ingin menyelesaikan konflik di Papua, termasuk dalam hal RUU Otsus Papua, maka harus menyentuh akar permasalahan konflik.

Imparsial melihat, berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Papua Road Map (2008), terdapat empat akar masalah konflik di Papua.

Pertama, masalah marjinalisasi dan efek diskriminatif terhadap orang asli Papua sejak 1970. Kedua, kegagalan pembangunan terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Ketiga, adanya kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta. Keempat, kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua.

Oleh karena itu, Ghufron mengatakan, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus berangkat dar aspirasi rakyat Papua sebagai subjek penting.

Alih-alih menyentuh akar persoalan dan mendengarkan aspirasi rakyat Papua, kata Ghufron, RUU Otsus Papua justru lebih berperspektif kepentingan Jakarta (pemerintah pusat).

"Apalagi, jika melihat proses pembahasannya selama ini yang terkesan tertutup dan pengesahannya juga dilakukan secara tergesa-gesa," ucap dia.

Baca juga: Unjuk Rasa Tolak Otsus Papua di Sorong Ricuh Usai Polisi Amankan Puluhan Demonstran

Gufron menambahkan, pemerintah saat ini seharusnya belajar dari pemerintahan sebelumnya atas berbagai kegagalan dalam kebijakan terkait Papua.

Hal tersebut menjadi penting dilakukan jika pemerintah tak ingin mengulangi kesalahan yang sama dalam pelaksanaan UU Otsus Papua.

Namun, menurut dia, dalam konteks RUU Otsus Papua, kegagalan dalam kebijakan di masa lalu terkesan diabaikan atau tak dijadikan pembelajaran penting.

"Misalnya, ketentuan baru tentang pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan (BKPP). Padahal, di masa pemerintahan sebelumnya pernah dibentuk lembaga yang serupa, namun hasilnya tidak menyelesaikan akar permasalahan Papua," imbuh dia.

Ghufron juga mengkritik Pasal 76 tentang pemekaran wilayah.

Menurut Gufron, kewenangan penuh pemerintah pusat dan DPR terkait pemekaran wilayah adalah hal yang keliru.

"Segala ketentuan mengenai pembentukan atau pemekaran daerah Papua harus dilakukan melalui pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) serta Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang pada esensinya merupakan suara rakyat Papua," sambung dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com