Meski demikian, ia menyampaikan, pihaknya sangat memahami permasalahan implementasi vaksinasi saat ini. Pihaknya pun mendukung upaya percepatan vaksinasi.
Baca juga: Kontradiksi Pidato Jokowi di PBB soal Kesetaraan Akses Vaksin dan Vaksinasi Berbayar
Namun, menurutnya, meski penjualan vaksin gotong royong individu melalui Kimia Farma sudah dilengkapi dengan permenkes, pelaksanaannya tetap berisiko tinggi dari sisi medis dan kontrol vaksin.
Begitu vaksinasi individu berbayar dibuka, kemungkinan besar akan muncul pengecer atau reseller.
”KPK sebenarnya tidak mendukung pola vaksin gotong royong melalui Kimia Farma karena efektivitasnya rendah, sementara tata kelolanya berisiko. KPK dorong transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar,” kata Firli.
Dikritik WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkritik keras kebijakan Indonesia yang berencana memberikan opsi vaksin covid-19 berbayar kepada individu.
Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Dr Ann Lindstrand mengatakan, setiap warga negara harus memiliki akses yang setara untuk vaksin Covid-19.
Apalagi, varian delta yang tengah membludak di Indonesia membutuhkan cakupan vaksin yang perlu menjangkau semua warga yang paling rentan.
Hal ini membuat kebijakan memberikan vaksin berbayar dinilai tidak tepat.
Baca juga: Saat Jokowi Serukan Kesetaraan Vaksin di Sidang Umum PBB, tetapi Pemerintah Sediakan Vaksin Berbayar
"Penting bahwa setiap warga negara memiliki kemungkinan yang sama untuk mendapatkan akses, dan pembayaran apapun dapat menimbulkan masalah etika dan akses (vaksin tersebut)," kata Ann dalam konferensi pers WHO dikutip Kompas.com, Jumat (16/7/2021).
Ann menuturkan, Indonesia bisa mengakses lebih banyak vaksin gratis dari kerja sama internasional seperti Covax Facility alih-alih memungut pembayaran dari vaksin Covid-19.
Adapun Covax Facility merupakan kerja sama di bawah WHO, yang bakal memberikan jatah vaksin secara cuma-cuma kepada negara yang membutuhkan.
Jika masalah anggaran jadi pemicu adanya vaksin gotong royong individu, Indonesia bisa mengakses fasilitas ini.
"Mereka memiliki vaksin yang gratis, hingga 20 persen dari populasi yang didanai oleh para penyandang dana kerjasama COVAX, yang membuatnya sama sekali tidak mungkin untuk mengambil pembayaran dalam perjalanannya," beber Ann.
Terkait biaya pengiriman dan biaya lain-lain yang membebani, seperti biaya transportasi, logistik, hingga tempat penyimpanan vaksin, Indonesia bisa mengakses pendanaan dari berbagai lembaga internasional.
Baca juga: WHO Kritik Kebijakan Vaksinasi Gotong Royong Individu Berbayar di Indonesia
"Jadi dananya jangan terlalu banyak. Yang penting di sini adalah bahwa setiap orang memiliki hak dan harus memiliki hak akses ke vaksin ini terlepas dari masalah keuangan," tandas Ann.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.