Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis 5 Tahun Edhy Prabowo, Pengamat: Korupsi Tak Lagi Jadi Extraordinary Crime

Kompas.com - 16/07/2021, 13:48 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Vonis 5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo dinilai membuat korupsi tidak lagi dipandang sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, tindakan korupsi para pejabat pada saat ini ditoleransi.

"Saya pikir kita memang sedang masuk periode toleran terhadap tindakan korupsi para pejabat. Korupsi tidak lagi menjadi extraordinary crime yang pemidanaannya harus luar biasa," kata Feri pada Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Ia menuturkan hukuman pelaku tindak pidana korupsi tidak jauh berbeda dengan pencurian biasa.

Kondisi ini, lanjut Feri, dapat mengakibatkan orang tidak takut untuk korupsi.

Baca juga: ICW Yakin Hukuman Juliari Batubara Tak Jauh Beda dengan Edhy Prabowo

"Hukumannya tidak jauh berbeda dengan tindakan pencurian biasa. Itu sebabnya korupsi tidak dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang harus dilawan dengan hukuman luar biasa pula," tutur dia.

Feri menyebut saat ini Indonesia sedang mengalami kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi. 

"Memang menurutku Indonesia sedang mengalami kemunduran pemberantasan korupsi dan dominasi perilaku koruptif sedang tinggi-tingginya," ucapnya.

Pembenahan kondisi tersebut, sebut Feri, mesti dilakukan oleh aparat dan lembaga penegak hukum.

Namun ia pesimistis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjalankan fungsi itu dengan baik saat ini.

"(Pembenahan) dari aparat dan lembaga pemberantasnya. Ruang kotor tidak bisa dibersihkan dengan sapu kotor. KPK jangankan membersihkan, sekarang KPK ikut jadi sapu kotornya," imbuh Feri.

Baca juga: Vonis Ringan Edhy Prabowo, ICW Duga Pimpinan KPK Ingin Lindungi Pelaku Suap Ekspor Benih Lobster

Diberitakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan pada mantan Menteri KP Edhy Prabowo.

Majelis hakim menilai Edhy Prabowo terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.

"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternative pertama," sebut ketua majelis hakim Albertus Usada, dalam persidangan virtual yang ditayangkan melalui akun YouTube KPK, Kamis (15/7/2021).

Selain itu majelis hakim juga mencabut hak politik Edhy selama 3 tahun, dan pidana pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan 77.000 dolar Amerika Serikat.

Baca juga: Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun, Lembaga Kehakiman Dinilai Tak Lagi Bisa Diandalkan

Edhy dinyatakan terbukti menerima suap 25,7 miliar terkait pemberian izin budidaya lobster dan ekspor benih benur lobster.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com