Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selang Tujuh Bulan, RUU Otsus Papua Akhirnya Disahkan...

Kompas.com - 16/07/2021, 09:48 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi atas Undang-Undang Otonomi Khusus Papua (Otsus Papua) akhirnya disahkan dalam rapat paripurna DPR RI ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (15/7/2021).

Aturan dengan nama resmi Revisi Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua itu disahkan setelah seluruh fraksi dan anggota DPR sepakat mencapai kata setuju dalam rapat paripurna.

Tampaknya, RUU ini tak menemukan jalan panjang untuk disahkan. Jika dihitung dari masuknya Surat Presiden ke Ketua DPR pada Desember 2020, otomatis hanya 7 bulan pembahasan hingga RUU ini disahkan.

Baca juga: Rapat Paripurna, DPR Sahkan RUU Otsus Papua Jilid Dua

Pemerintah memang mengajukan kepada DPR agar UU Nomor 21 Tahun 2001 itu dibahas dan menjadi regulasi baru. Sebab, pada 21 November 2021, UU itu akan 'jatuh tempo'.

Adapun UU Otsus Papua berlaku selama 20 tahun sejak diundangkan pertama pada 2001. Dengan disahkannya RUU Otsus Papua Jilid II, maka UU ini akan berlanjut hingga 20 tahun ke depan yaitu pada 2041.

Ada sejumlah klaim dari Pemerintah dan DPR melalui Panitia Khusus (Pansus) selaku pembuat UU atas urgensi RUU Otsus Papua untuk disahkan.

Keduanya mengeklaim, atas nama kesejahteraan masyarakat Papua, guna mempercepat pembangunan bagi masyarakat dan Orang Asli Papua.

Namun di sisi lain, saat RUU ini disahkan, sebagian masyarakat justru menilai RUU belum memberikan jaminan perlindungan bagi orang asli Papua.

Baca juga: Mahfud Klaim Pembangunan Papua Kedepankan Pendekatan Kesejahteraan dan Dialog

18 pasal diubah

Saat pembahasan, Pansus dan DPR diketahui telah mengubah 18 pasal dalam UU Nomor 21 Tahun 2001.

Adapun 18 pasal yang diubah tersebut terdiri dari tiga pasal yang diusulkan pemerintah, dan 15 pasal lainnya di luar usulan pemerintah.

Di samping itu, Pansus dan Pemerintah juga menambahkan dua pasal baru dalam RUU Otsus Papua.

Ketua Pansus DPR RUU Otsus Papua Komarudin Watubun mengatakan, dalam revisi itu, ada pula pasal yang dihapus yaitu Pasal 28 Ayat 1 dan Ayat 2 tentang partai politik lokal.

Baca juga: RUU Otsus Papua Disahkan DPR dengan 18 Pasal yang Diubah, Apa Saja?

Suasana gedung MPR-DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009). KOMPAS/PRIYOMBODO Suasana gedung MPR-DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009).

Pansus dan Pemerintah menilai, selama pelaksanaan Pasal 28 UU Otsus yang selama ini diartikan sebagai hadirnya partai politik lokal di Papua, telah menimbulkan kesalahpahaman antara pemerintah daerah dan pusat.

Pemerintah mengusulkan tiga pasal yang diubah yaitu Pasal 1 tentang ketentuan umum, Pasal 34 tentang Dana Otsus, dan Pasal 76 tentang Pemekaran Wilayah.

Sementara, 15 pasal lainnya diusulkan di luar pemerintah yaitu dari DPR dan masyarakat.

"Sehingga terdapat 18 pasal yang mengalami perubahan, dan dua pasal baru, jadi jumlahnya 20 pasal," kata Komarudin.

Baca juga: Risma Ancam Pindahkan PNS ke Papua, Sejarawan: Mengingatkan pada Pejabat Kolonial

Pasal-pasal yang diubah di antaranya Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 11, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 56, Pasal 59, Pasal 68, Pasal 75, Pasal 76.

Lalu, Pasal yang ditambahkan yaitu Pasal 6A mengatur ketentuan tentang keberadaan Dewan Perwakilan Rakya Kabupaten/Kota (DPRK), dan Pasal 68A tentang ketentuan pembentukan badan pengawas khusus yang bertanggungjawab langsung kepada presiden.

Badan khusus

Salah satu yang menjadi sorotan dalam UU Otsus Papua adalah akan dibentuknya badan khusus yang bertugas mengawasi pelaksanaan otsus.

Ketua Pansus Komarudin Watubun mengatakan bahwa badan khusus tersebut memiliki nama Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BK-P3).

Ia berpandangan, kehadiran badan khusus ini karena Pansus dan Pemerintah menyadari adanya banyak program yang dilakukan di kementerian/lembaga di Papua tidak sinkron dan harmonis.

Baca juga: RUU Otsus Papua Disahkan, Wapres Akan Pimpin Badan Khusus di Papua

Komarudin menjelaskan, Pansus memberikan penekanan agar lembaga kesekretariatan berada di Papua.

Menurut dia, hal tersebut merupakan simbol menghadirkan Istana di Papua, sebagaimana dicita-citakan Presiden Joko Widodo.

Susun peraturan pemerintah

Menindaklanjuti RUU Otsus Papua yang disahkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku, pemerintah akan melakukan sosialisasi pada stakeholder tingkat pusat dan daerah.

Selain itu, pemerintah juga akan menyusun peraturan pelaksanaan dalam bentuk peraturan pemerintah.

"Sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang tentang perubahan kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua," kata Tito dalam rapat paripurna.

Tito mengeklaim, RUU Otsus Papua merupakan suatu UU yang baru baik di bidang politik, keuangan dan ekonomi.

Contohnya, kata dia, RUU ini memutuskan untuk meningkatkan dana Otsus dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU).

Pada bidang politik, RUU ini juga diklaim mengakomodasi Orang Asli Papua dengan memberikan kesempatan luas berpartisipasi dalam bidang politik.

Baca juga: RUU Otsus Papua Disahkan, Mendagri Sebut Pemerintah Akan Susun PP

Komentar Amnesty International

Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menilai, RUU Otsus Papua belum memberikan jaminan perlindungan bagi orang asli Papua. Menurut dia, pelibatan masyarakat Papua dalam penyusunan RUU tidak memadai.

Harusnya, kata Usman, pemerintah melibatkan masyarakat Papua dalam perancangan maupun pelaksanaan otonomi khusus.

"Sebelum itu terjadi, pengesahan RUU itu sebaiknya ditunda," ujar Usman, dikutip dari siaran pers, Kamis (15/7/2021).

Baca juga: UU Otsus Papua Disahkan, Ketua DPR: Sangat Ditunggu Masyarakat di Papua

Ia menjelaskan, peraturan sebelumnya, yakni UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, memuat banyak pasal yang melindungi hak orang asli Papua.

Akan tetapi, pemerintah dinilai tak serius dalam pelaksanaannya. Bahkan, ia mengungkapkan bahwa pelanggaran hak di Papua cenderung terjadi dalam 20 tahun terakhir.

"Kini, kebijakan otonomi khusus itu ditolak, terlebih karena tanpa konsultasi yang memadai dari orang asli Papua," ucap Usman.

Selain itu, Usman menerangkan bahwa UU Otsus Papua yang lalu, bertujuan untuk memberikan orang Papua lebih banyak ruang dalam mengatur diri mereka sendiri.

Salah satu fokus utama dari UU tersebut adalah tentang perlindungan hak-hak orang asli Papua, yakni masyarakat adat.

Istilah 'masyarakat adat' dan 'masyarakat hukum adat' muncul 62 kali dalam teks undang-undang itu.

Baca juga: Saat Pernyataan Mensos Risma Dinilai Tebalkan Stigmatisasi terhadap Papua...

Namun, pada prakteknya perlindungan itu dinilai tidak berjalan. Pengelolaan sumber daya alam kerap diabaikan oleh peraturan yang bertentangan. Hal tersebut dinilai dari dengan berlanjutnya deforestasi di wilayah tersebut.

Kemudian, terkait substansi RUU Otsus Papua yaitu Pasal 76, ia menilai melemahkan wewenang Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural orang asli Papua.

Pada UU sebelumnya, pemekaran provinsi Papua dilakukan atas persetujuan MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi.

Namun dalam RUU Otsus Papua, pemerintah dan DPR memiliki wewenang untuk melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom.

Lalu, soal badan khusus yang diketuai Wakil Presiden, Usman juga menilai justru bakal meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan di Papua. Menurut dia, ini malah jaminan perlindungan hak-hak orang Papua berpotensi semakin terancam.

"Ke depan, jaminan perlindungan hak-hak orang asli Papua berpotensi semakin terancam," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com